Minggu, 28 September 2025

Tugas Mandiri 02 - Refleksi Pribadi Gaya Hidup Berkelanjutan

 Sejauh Mana Gaya Hidup Mencerminkan Keberlanjutan?

        Ketika meninjau kembali gaya hidup saya, saya menyadari bahwa masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki agar lebih sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Dari sisi konsumsi, saya sudah berusaha membeli barang sesuai kebutuhan, misalnya jarang mengganti pakaian hanya karena tren dan lebih memilih memperpanjang umur barang yang ada. Saya juga kadang memilih produk lokal, seperti buah dan sayur dari pasar, karena lebih terjangkau sekaligus mendukung petani. Namun, saya masih sering membeli makanan siap saji yang biasanya menggunakan kemasan sekali pakai, sehingga menambah timbunan sampah plastik.

        Transportasi adalah aspek yang paling menantang. Saya menggunakan mobil pribadi hampir setiap hari, baik untuk kuliah maupun aktivitas lain. Dari sisi kenyamanan memang terasa lebih praktis, tetapi saya sadar bahwa penggunaan mobil secara rutin menyumbang emisi karbon yang cukup besar. Sesekali saya mencoba menggunakan transportasi umum atau berbagi kendaraan dengan teman, tetapi kebiasaan tersebut belum konsisten. Saya merasa masih perlu mengatur ulang pola perjalanan agar tidak selalu bergantung pada mobil, misalnya dengan menjadwalkan carpooling lebih sering atau memilih berjalan kaki jika jarak dekat.

       Untuk energi, saya sudah berusaha lebih hemat. Saya terbiasa mematikan lampu, kipas, atau AC ketika tidak digunakan, serta tidak menyalakan alat elektronik secara bersamaan tanpa perlu. Meski begitu, saya masih sering lalai membiarkan charger menempel di stopkontak atau menyalakan televisi sebagai latar suara tanpa benar-benar menontonnya. Dalam hal penggunaan air, saya sudah berusaha lebih bijak, seperti menutup keran ketika menggosok gigi.

      Secara keseluruhan, gaya hidup saya belum sepenuhnya mencerminkan keberlanjutan, terutama pada aspek transportasi. Ke depan, saya ingin lebih disiplin mengurangi penggunaan mobil, membawa wadah sendiri saat membeli makanan, serta lebih konsisten dalam menghemat energi. Dengan langkah kecil dan berkesinambungan, saya berharap bisa mendekatkan diri pada gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

Tugas Terstruktur 02 - Analisis Ekologi Industri dan Dampak Lingkungan Global

Analisis IPAT - Negara Singapore

Kelompok 7 - Mahasiswa Teknik Industri

πŸ”ŽTujuan Analisis

Analisis ini bertujuan untuk memahami sejauh mana aktivitas sosial-ekonomi di Singapura memberikan dampak terhadap lingkungan dengan menggunakan model IPAT (I = P × A × T). Melalui pendekatan ini, kami ingin menilai peran faktor populasi, tingkat kesejahteraan, dan teknologi dalam membentuk jejak ekologis negara. Selain itu, analisis ini juga mengevaluasi apakah Singapura menunjukkan pola keberlanjutan (sustainability) atau decoupling, yaitu kondisi ketika pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan tidak selalu berbanding lurus dengan meningkatnya tekanan lingkungan. Dengan memahami pola tersebut, diharapkan dapat diidentifikasi strategi kebijakan dan inovasi teknologi yang relevan untuk mendukung transisi Singapura menuju pembangunan berkelanjutan, serta memberikan pelajaran bagi negara lain di kawasan Asia Tenggara.

πŸ“ŠData IPAT - Singapore 2025

Komponen Nilai & Sumber
P
(Population)
5,870,750 jiwa (Worldometer, 2025)

(Affluence)
HDI: 0.939; GDP per kapita: USD 90,674 (UNDP & World Bank, 2025)
T
(Technology)
Emisi CO₂ per kapita: 9.64 ton; Target energi surya 2 GW (≈3% listrik nasional pada 2030) (Our World in Data & Asia Climate Pledges, 2025)
I
(Impact)
Estimasi I = 5.87 juta × 90,674 × 9.64 ≈ 5.13 triliun unit dampak (indikatif)

πŸ“ˆ Interpretasi
  • Singapura memiliki HDI 0.939 dan GDP per kapita USD 90,674 (2025), mencerminkan kesejahteraan yang sangat tinggi
  • Dengan populasi hanya 5.87 juta jiwa, dampak lingkungan tetap signifikan karena emisi CO₂ per kapita 9.64 ton (2025), termasuk yang tinggi di Asia Tenggara
  • Ketergantungan pada energi impor fosil masih dominan, sementara kontribusi energi terbarukan baru dalam tahap pengembangan (target 2 GW surya hingga 2030 hanya sekitar 3% dari kebutuhan listrik nasional)
  • Secara keseluruhan, Singapura menunjukkan pola unsustainable, namun sudah ada langkah nyata menuju decoupling melalui investasi pada efisiensi energi, transportasi publik, green buildings, dan inovasi kota 
πŸ’­Rekomendasi
  1. Meningkatkan porsi energi terbarukan
  • Mempercepat pembangunan infrastruktur tenaga surya menuju target 2 GW sebelum 2030.
  • Memperluas kerja sama regional (dengan Malaysia & Indonesia) untuk impor listrik hijau, sehingga bauran energi fosil berkurang.

      2. Dekarbonisasi sektor transportasi

  • Mempercepat elektrifikasi kendaraan pribadi dan komersial.
  • Menambah insentif untuk penggunaan transportasi umum rendah emisi (MRT, bus listrik).

      3. Mendorong efisiensi energi industri & bangunan
  • Penerapan standar green building lebih ketat.
  • Subsidi atau pajak karbon untuk mempercepat adopsi teknologi rendah emisi.

       4. Inovasi teknologi & digitalisasi

  • Memanfaatkan AI, IoT, dan smart grid untuk mengoptimalkan konsumsi energi nasional
  • Investasi pada riset teknologi karbon negatif (misalnya carbon capture). 

        5. Edukasi publik & gaya hidup berkelanjutan

  • Kampanye nasional untuk mengurangi konsumsi energi, limbah plastik, dan mendukung pola konsumsi hijau.
  • Insentif ekonomi bagi masyarakat dan perusahaan yang menerapkan praktik ramah lingkung

 πŸŽ¨Infografis Visual 


πŸ“šRefrensi

  • World Bank. (2023). CO₂ emissions (metric tons per capita) – Singapore. The World Bank Data.
  • Global Carbon Atlas. (2022). CO₂ Emissions – Singapore.
  • Worldometer. (2025). Singapore Population. Worldometer.
  • United Nations Development Programme (UNDP). (2024). Human Development Index (HDI) – Singapore. Human Development Reports.
  • National Environment Agency Singapore. (2023). Sustainability and Climate Action in Singapore. Government of Singapore.





Kamis, 18 September 2025

Tugas Mandiri 01 - Laporan Pengamatan

Pengamatan Sistem Industri, Teknologi dan Dampaknya terhadap Minimarket Modern di Lingkungan Perkotaan

Sebagai bagian dari refleksi awal dalam mata kuliah ini, saya diminta untuk melakukan pengamatan mandiri terhadap satu contoh nyata sistem industri di sekitar saya. Pilihan saya jatuh pada sebuah pabrik minuman kemasan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal. Dari luar, pabrik ini terlihat modern dengan mesin-mesin berteknologi tinggi, jalur distribusi yang teratur, serta sistem logistik yang terintegrasi. Namun, di balik semua kecanggihan tersebut, terdapat berbagai elemen teknologi dan dampak lingkungan yang dapat diamati secara nyata.

Elemen Teknologi yang Terlibat

  1. Mesin Produksi Otomatis – mulai dari pencucian botol, pengisian minuman, hingga penutupan tutup botol dilakukan dengan sistem otomatis berkecepatan tinggi.
  2. Sistem Pengemasan Modern – penggunaan plastik shrink wrap dan kardus lipat untuk distribusi besar-besaran.
  3. Teknologi Pendingin & Sterilisasi – menjaga kualitas produk dengan suhu dan kebersihan tertentu.
  4. Sistem Manajemen Logistik Terpadu – truk distribusi terjadwal, gudang penyimpanan dengan sistem barcode, serta software pelacakan stok.
  5. Energi & Utilitas – listrik skala besar untuk mesin produksi, serta penggunaan air dalam jumlah besar untuk pencucian dan proses pembuatan minuman.
Dampak Lingkungan yang Muncul

  1. Konsumsi Energi Listrik - Pendingin minuman, freezer, dan AC yang menyala hampir sepanjang hari menyebabkan tingginya kebutuhan listrik. Ini berdampak pada meningkatnya emisi karbon bila listrik masih bersumber dari energi fosil.
  2. Limbah KemasanMinimarket menghasilkan banyak limbah kemasan, terutama plastik sekali pakai (kantong belanja, pembungkus produk) dan kardus dari distribusi barang. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah ini menambah beban pencemaran lingkungan.
  3. Emisi Transportasi - Distribusi Pengiriman barang ke minimarket menggunakan truk atau kendaraan logistik setiap hari. Aktivitas ini menghasilkan polusi udara, kebisingan, serta berkontribusi terhadap kemacetan lalu lintas.
  4. Kebisingan & Panas LokalMesin pendingin (chiller, freezer, AC) di minimarket menimbulkan kebisingan serta menambah panas di area sekitar toko, terutama bila jaraknya dekat dengan permukiman.
  5. Dampak Sosial EkonomiMinimarket modern sering menggeser peran warung tradisional di lingkungan sekitar. Hal ini memunculkan perubahan pola konsumsi masyarakat dan bisa berdampak pada keberlanjutan usaha kecil.
Hubungan Manusia, Teknologi dan Alam (Sebelum Perkuliahan Pertama)
Sebelum mengikuti perkuliahan pertama, saya melihat minimarket modern terutama dari sisi praktis dan ekonominya. Bagi saya, teknologi di minimarket hanyalah alat bantu untuk memudahkan manusia: mesin kasir mempercepat transaksi, pendingin menjaga kualitas minuman, dan sistem logistik membuat barang selalu tersedia. Alam dalam hal ini saya anggap hanya sebagai penyedia sumber daya listrik, air, dan bahan baku yang seolah tidak terbatas. Dengan kata lain, hubungan manusia, teknologi, dan alam masih saya pahami secara linear: manusia menciptakan teknologi untuk memanfaatkan alam demi kenyamanan hidup.

Hubungan Manusia, Teknologi dan Alam (Sesudah Perkuliahan)
Setelah mendapatkan pemahaman dari perkuliahan, pandangan saya berubah. Saya menyadari bahwa teknologi di minimarket bukan sekadar alat netral, melainkan bagian dari sistem yang memengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh alam. Konsumsi listrik untuk pendingin, penggunaan plastik sekali pakai, dan polusi dari kendaraan distribusi adalah bukti bahwa setiap kemudahan yang dirasakan manusia punya konsekuensi ekologis. Oleh karena itu, hubungan manusia, teknologi, dan alam seharusnya dipandang sebagai sirkular: manusia menggunakan teknologi untuk mengelola alam, tetapi kelestarian alam juga menentukan apakah teknologi dan kehidupan manusia bisa berlanjut. Minimarket modern idealnya tidak hanya fokus pada efisiensi penjualan, melainkan juga pada keberlanjutan misalnya dengan mengurangi plastik, menggunakan energi lebih hemat, dan mendorong praktik belanja yang ramah lingkungan.

Penutup
Dari pengamatan terhadap minimarket modern, terlihat jelas bahwa keberadaan teknologi telah membawa kemudahan sekaligus tantangan. Sistem kasir digital, pendingin produk, hingga layanan pembayaran non-tunai membuat kegiatan belanja lebih efisien dan praktis. Namun, di balik itu ada konsekuensi ekologis yang nyata, seperti tingginya konsumsi listrik, limbah plastik sekali pakai, serta emisi dari kendaraan distribusi barang.

Melalui refleksi setelah perkuliahan pertama, saya memahami bahwa hubungan manusia, teknologi, dan alam tidak bisa dipandang linear semata. Minimarket bukan hanya ruang ekonomi, melainkan juga titik interaksi ekologi industri yang menuntut keseimbangan antara efisiensi, kenyamanan, dan keberlanjutan. Dengan pengelolaan energi yang lebih bijak, pengurangan plastik, serta inovasi ramah lingkungan, minimarket modern dapat menjadi contoh nyata bagaimana teknologi mendukung kebutuhan manusia tanpa mengorbankan kelestarian alam.

Tugas Terstruktur 01 - Jurnal 21

 JURNAL 21 A critical review on the environmental impact of manufacturing: a holistic perspective — The International Journal of Advanced Manufacturing Technology, 2022. SpringerLink

5 POIN - POIN PENTING TENTANG JURNAL DI ATAS

1. Pendekatan Holistik dalam Analisis Dampak

  • Penelitian ini menekankan bahwa dampak lingkungan manufaktur tidak bisa hanya dilihat dari proses produksinya saja.
  • Harus ada analisis pada tiga level:

  1. Process level → mencakup energi langsung yang digunakan pada proses produksi seperti pemotongan, pembentukan, pengecoran, atau pengelasan.
  2. Machine level → memperhitungkan energi dan sumber daya yang digunakan mesin secara keseluruhan, termasuk peralatan bantu (cooling, lubrication, tooling) dan material habis pakai.
  3. System level → mencakup rantai pasok yang lebih luas, seperti produksi bahan baku, transportasi, distribusi, serta pembuangan atau daur ulang produk di akhir siklus hidup.

  •  Dengan membagi menjadi tiga level ini, penilaian dampak menjadi lebih akurat dan bisa menunjukkan di titik mana emisi terbesar dihasilkan.


 2. Energi Listrik Sebagai Faktor Kritis

  • Studi sensitivitas dalam jurnal ini menunjukkan bahwa faktor emisi listrik (carbon emission factor of electricity) mendominasi kontribusi jejak karbon pada level proses dan mesin.
  • Artinya, meskipun perusahaan telah meningkatkan efisiensi mesin atau proses, jika listrik yang digunakan masih berbasis energi fosil (batubara, minyak, gas), maka jejak karbon tetap tinggi.
  • Hal ini menunjukkan pentingnya transisi energi dalam industri manufaktur. Perubahan ke sumber energi terbarukan (seperti tenaga surya, angin, atau biomassa) menjadi kunci nyata dalam menurunkan dampak lingkungan.

3. Produksi Bahan Baku Sangat Berpengaruh di Level Sistem
  • Pada level sistem, dampak terbesar berasal dari produksi material primer seperti baja, aluminium, atau plastik.
  • Proses pembuatan bahan baku ini sangat intensif energi dan menghasilkan emisi dalam jumlah besar.
  • Oleh karena itu, walaupun efisiensi produksi di pabrik meningkat, total emisi tetap tinggi jika material yang digunakan berasal dari sumber primer.
  • Jurnal ini menegaskan bahwa penggunaan bahan daur ulang atau material dengan intensitas energi rendah dapat secara signifikan mengurangi jejak karbon pada level sistem.
4. Kombinasi Parameter Kuantitatif dan Kualitatif
  • Analisis dampak lingkungan tidak hanya berdasarkan parameter kuantitatif (jumlah energi, durasi proses, jumlah material, volume limbah, dll.), tetapi juga parameter kualitatif.
  • Contoh parameter kualitatif adalah bagaimana energi diproduksi (apakah dari batubara atau tenaga surya), bagaimana bahan baku diangkut (transportasi laut, darat, udara), dan bagaimana limbah dikelola (ditimbun, dibakar, atau didaur ulang).
  • Kombinasi kedua jenis parameter ini memberikan gambaran yang lebih realistis tentang jejak karbon. Tanpa mempertimbangkan aspek kualitatif, analisis bisa menyesatkan dan solusi yang diambil bisa keliru.
5. Rekomendasi untuk Mengurangi Dampak
  • Dekarbonisasi energi → beralih dari listrik berbasis fosil ke energi terbarukan.
  • Optimalisasi desain produk → menciptakan desain yang membutuhkan lebih sedikit material, lebih ringan, dan lebih mudah didaur ulang.
  • Pemanfaatan bahan daur ulang → menggantikan material primer dengan material sekunder agar jejak karbon dari proses produksi bahan baku berkurang drastis.
  • Efisiensi proses manufaktur → memperbaiki teknologi dan metode produksi agar lebih hemat energi dan menghasilkan limbah lebih sedikit.
  • Integrasi pendekatan siklus hidup produk (LCA) → mempertimbangkan dampak lingkungan sejak tahap desain hingga akhir siklus hidup produk (end-of-life).
  • Rekomendasi ini menekankan bahwa keberlanjutan tidak hanya soal mengurangi limbah di pabrik, tetapi juga bagaimana seluruh siklus hidup produk dikelola secara bertanggung jawab.

Tugas Terstruktur 01 - Produksi Modern Berkelanjutan

 


Abstrak

Tulisan ini merupakan refleksi kritis terhadap klaim keberlanjutan dalam praktik produksi modern. Di satu sisi, perkembangan teknologi, inovasi energi terbarukan, dan penerapan prinsip ekonomi sirkular telah memberikan harapan tercapainya produksi yang lebih ramah lingkungan. Namun, di sisi lain, masih terdapat kontradiksi mendasar antara logika pertumbuhan ekonomi tanpa batas dengan keterbatasan sumber daya alam. Artikel ini menyoroti bagaimana konsep sustainability kerap direduksi menjadi jargon pemasaran (greenwashing), serta bagaimana sistem produksi global sering kali tetap menimbulkan ketimpangan sosial, degradasi ekologi, dan jejak karbon yang tinggi. Dengan demikian, refleksi kritis ini menekankan perlunya peninjauan ulang atas praktik produksi modern, agar keberlanjutan tidak hanya bersifat simbolik, tetapi benar-benar menyentuh aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi secara utuh.

Kata kunci: Produksi modern, keberlanjutan, greenwashing, ekonomi sirkular, refleksi kritis, lingkungan.

Pendahuluan

Produksi modern sering dipandang sebagai simbol kemajuan peradaban manusia. Melalui penerapan teknologi canggih, otomatisasi, dan inovasi berkelanjutan, dunia industri mampu menghasilkan barang dan jasa dalam skala besar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat global. Tidak hanya itu, munculnya konsep ekonomi hijau, energi terbarukan, dan ekonomi sirkular semakin memperkuat narasi bahwa sistem produksi saat ini sedang menuju arah yang lebih berkelanjutan.
Namun, di balik narasi optimistis tersebut, terdapat sejumlah pertanyaan mendasar yang perlu dikaji secara kritis. Apakah produksi modern benar-benar telah berkelanjutan, ataukah sekadar melahirkan ilusi keberlanjutan melalui praktik pemasaran yang dikenal sebagai greenwashing? Meskipun banyak perusahaan mengklaim mengadopsi prinsip ramah lingkungan, realitasnya eksploitasi sumber daya alam masih berlangsung secara masif, ketimpangan sosial tetap menganga, dan emisi karbon global belum menunjukkan penurunan signifikan.

Permasalahan
  1. Eksploitasi sumber daya alam berlebihan   Pertumbuhan industri masih sangat bergantung pada ekstraksi bahan baku menyebabkan kerusakan lingkungan, dan penurunan keanekaragaman.
  2. Emisi dan pencemaran – Penggunaan energi fosil serta limbah industri terus menyumbang peningkatan emisi karbon dan pencemaran air, udara, serta tanah.
  3. Greenwashing – Banyak perusahaan menggunakan label “hijau” atau “ramah lingkungan” hanya sebagai strategi pemasaran, tanpa perubahan substansial dalam praktik produksinya.
  4. Ketimpangan sosial – Modernisasi produksi seringkali memperbesar kesenjangan, karena keuntungan ekonomi terkonsentrasi pada pihak tertentu, sementara pekerja dan masyarakat sekitar industri menanggung beban sosial maupun kesehatan.
  5. Paradoks pertumbuhan – Konsep keberlanjutan sering terjebak dalam dilema: bagaimana mungkin mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa batas dalam dunia dengan sumber daya yang terbatas?
Pembahasan

Produksi modern sering diklaim lebih berkelanjutan melalui penggunaan teknologi canggih, energi terbarukan, dan konsep ekonomi sirkular. Namun, kenyataannya masih terdapat banyak kontradiksi. Eksploitasi sumber daya alam tetap masif, emisi karbon global belum menurun, dan limbah industri masih mencemari lingkungan. Selain itu, praktik greenwashing menjadikan keberlanjutan sebatas jargon pemasaran. Dari sisi sosial, otomatisasi memang meningkatkan efisiensi, tetapi juga menimbulkan hilangnya lapangan kerja serta beban lingkungan yang ditanggung masyarakat sekitar industri. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan dalam produksi modern masih bersifat parsial. Agar benar-benar tercapai, diperlukan perubahan paradigma: bukan hanya mengejar efisiensi, tetapi juga menyeimbangkan kepentingan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keadilan sosial.

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan: 
Produksi modern memang membawa banyak kemajuan teknologi dan efisiensi, namun klaim keberlanjutannya masih dipertanyakan. Eksploitasi sumber daya, emisi karbon, greenwashing, serta ketimpangan sosial menunjukkan bahwa praktik berkelanjutan belum sepenuhnya terwujud. Selama orientasi utama hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan produksi cenderung menjadi slogan, bukan kenyataan.

Saran: 
  1. Bagi industri, perlu mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam dan lebih serius menerapkan prinsip ekonomi sirkular, bukan sekadar pencitraan hijau.
  2. Bagi pemerintah, perlu regulasi yang tegas untuk mengawasi praktik produksi agar benar-benar ramah lingkungan dan adil secara sosial.
  3. Bagi masyarakat, perlu meningkatkan kesadaran kritis dalam memilih produk, agar tidak mudah terjebak oleh klaim keberlanjutan semu.
Daftar Pustaka 
  • Daly, H. E. (1996). Beyond Growth: The Economics of Sustainable Development. Beacon Press.
  • Elkington, J. (1999). Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line of 21st Century Business. Capstone.
  • Geissdoerfer, M., Savaget, P., Bocken, N. M. P., & Hultink, E. J. (2017). The Circular Economy – A new sustainability paradigm? Journal of Cleaner Production, 143, 757–768. https://doi.org/10.1016/j.jclepro.2016.12.048
  • Meadows, D. H., Meadows, D. L., Randers, J., & Behrens, W. W. (1972). The Limits to Growth. Universe Books.
  • United Nations. (2015). Transforming our world: The 2030 Agenda for Sustainable Development. United Nations. https://sdgs.un.org/2030agenda 

Tugas Mandiri - 04 Critical Review Implementasi Circular Economy

[Circular economy in textiles - Arthamevia Pramuditha - 41624010027] Identifikasi Sumber  Judul: Implementing Circular Economy in the Textil...