Sabtu, 18 Oktober 2025

Tugas Mandiri - 04 Critical Review Implementasi Circular Economy

[Circular economy in textiles - Arthamevia Pramuditha - 41624010027]

Identifikasi Sumber 

Judul: Implementing Circular Economy in the Textile and Clothing Industry: Challenges and      Opportunities (Case Study & Review).

Penulis: Krishnendu Saha, dkk.

Tahun: 2021.

Sumber: Journal of Cleaner Production / working paper accepted version (studi sistematis & kasus).

Ringkasan Eksekutif

Studi ini memetakan praktik implementasi circular economy (CE) pada sektor tekstil dengan pendekatan studi kasus dan tinjauan literatur. Metodologi menggabungkan analisis dokumen, studi kasus perusahaan, dan sintesis praktik CE di rantai pasok tekstil. Temuan utama menunjukkan adopsi prinsip CE berfokus pada recycle (penggunaan bahan daur ulang), reduce (efisiensi air & energi), dan reuse (program take-back), tetapi implementasi terhambat oleh biaya investasi, keterbatasan teknologi pemrosesan ulang serat, serta rendahnya kesadaran konsumen.

Analisis Prinsip Circular Economy

  • Rethink (Redesign): Beberapa perusahaan mendesain ulang produk agar mudah dipisah/dirakit ulang (modular design). Namun adopsi masih terbatas karena biaya R&D. 
  • Reduce: Implementasi teknologi efisiensi air dan proses pewarnaan berkurang intensitas air hingga estimasi 15–30% pada kasus terpilih; ini menunjukkan hasil nyata pada operasional pabrik.
  • Reuse: Inisiatif take-back pilot dilaporkan, namun skala dan partisipasi konsumen belum memadai sehingga kontribusi terhadap aliran material tetap kecil.
  • Recycle: Kolaborasi dengan recycler menghasilkan penggunaan kembali serat daur ulang dalam persentase tertentu (tergantung perusahaan), tetapi tantangan kualitas serat dan ketersediaan infrastruktur pengolahan mengurangi tingkat daur ulang yang efektif.
  • Recover: Penggunaan limbah sebagai bahan bakar atau bahan baku alternatif tercatat pada level terbatas karena masalah ekonomi dan emisi.
  • Secara keseluruhan, prinsip reduce dan recycle paling sering diimplementasikan; keberhasilan sangat bergantung pada kemitraan rantai pasok dan kebijakan pendukung.
Evaluasi Kritis

Kelebihan: Pendekatan holistik yang menggabungkan praktik operasional dan model bisnis (mis. take-back) menghasilkan penurunan jejak material. Kelemahan: investasi awal, kurangnya infrastruktur daur ulang berkualitas, serta hambatan regulasi dan pasar menjadi penghambat utama. Dalam konteks Indonesia, strategi reduce (efisiensi air/energi) dan recycle berbasis klaster industri (eco-industrial parks) relatif mudah diadaptasi, sementara reuse memerlukan kampanye kesadaran konsumen dan regulasi insentif.

Kesimpulan & Rekomendasi

Pelajaran: CE mampu menurunkan dampak lingkungan sekaligus membuka peluang nilai ekonomi jika didukung kolaborasi multi-aktor. Rekomendasi: (1) insentif fiskal untuk investasi teknologi daur ulang; (2) pengembangan infrastruktur rantai daur ulang regional; (3) program edukasi konsumen dan pilot take-back berskala lokal.

Referensi (pilihan, APA 7th)
Saha, K., Dey, P. K., & Kumar, V. (2021). Implementing Circular Economy in the Textile and Clothing Industry (accepted manuscript). Journal of Cleaner Production.

Kamis, 16 Oktober 2025

Tugas Mandiri 03 - Menonton dan Menulis Jurnal Efektif

 πŸŽ₯ How We Can Make the World a Better Place by 2030 – Michael Green

Sumber : TED Talk
Durasi video :±12 Menit
Pembicara : Michael Green, ekonom sosial dan CEO Social Progress Imperative

Ringkasan Singkat Tentang Video "How We Can Make the World a Better Place by 2030 – Michael Green"
Dalam video ini, Michael Green menjelaskan bagaimana dunia dapat menjadi tempat yang lebih baik melalui pendekatan pembangunan berkelanjutan berdasarkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang ditetapkan oleh PBB untuk tahun 2030. Ia menekankan pentingnya mengukur kemajuan bukan hanya dari pertumbuhan ekonomi (PDB), tetapi juga dari indikator sosial dan lingkungan, seperti kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, serta perlindungan ekosistem.
Green menyoroti ketimpangan global—di mana pertumbuhan ekonomi tinggi belum tentu diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial dan kualitas lingkungan. Melalui Social Progress Index, ia menunjukkan bahwa negara dengan sumber daya terbatas pun dapat mencapai kemajuan signifikan jika mengelola sumber dayanya secara berkelanjutan dan berorientasi pada manusia, bukan semata keuntungan ekonomi.

Insight Kunci
Dari video ini, saya mendapatkan tiga insight penting yang relevan dengan tema ekologi industri dan circular economy:
  1. Pergeseran Paradigma dari Ekonomi ke Keberlanjutan, Michael Green menegaskan bahwa pembangunan seharusnya tidak lagi diukur hanya dari PDB, tetapi dari seberapa jauh masyarakat mampu hidup layak tanpa merusak lingkungan. Hal ini sejalan dengan prinsip ekologi industri yang menempatkan efisiensi sumber daya dan keseimbangan ekosistem sebagai ukuran keberhasilan.
  2. Keterkaitan Antara Inovasi Sosial dan Ekologi Industri, Video ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan berkelanjutan tidak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada inovasi sosial dan kolaborasi antaraktor. Prinsip yang sama terlihat dalam praktik industrial symbiosis, di mana industri, pemerintah, dan masyarakat bekerja sama menciptakan sistem produksi yang saling menguntungkan dan minim limbah.
  3. Circular Economy sebagai Jalan Menuju Kemajuan Sosial, Konsep circular economy tidak hanya soal daur ulang material, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi baru dari sisa sumber daya. Pandangan Green memperluas makna ini: keberlanjutan juga berarti memastikan bahwa sumber daya digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia tanpa mengorbankan generasi mendatang.

Refleksi Pribadi

Video ini membuka wawasan saya bahwa keberlanjutan bukanlah tanggung jawab satu sektor, tetapi hasil dari kesadaran kolektif antara industri, pemerintah, dan masyarakat. Saya menyadari bahwa konsep ekologi industri yang saya pelajari bukan sekadar teori teknis, melainkan bagian dari visi besar menuju masyarakat yang adil dan ramah lingkungan.

Pelajaran paling berharga bagi saya adalah bahwa perubahan dimulai dari cara kita menilai kemajuan. Jika industri hanya berorientasi pada laba, maka dampak sosial dan ekologis akan diabaikan. Namun, jika ukuran keberhasilan diubah menjadi kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan, maka arah pembangunan akan menjadi lebih seimbang.

Dalam konteks Indonesia, prinsip ini sangat relevan. Banyak kawasan industri yang masih menghasilkan limbah besar tanpa mekanisme simbiosis yang efisien. Penerapan model eco-industrial park seperti di Kalundborg dapat menjadi inspirasi bagi pengelolaan industri di Indonesia — misalnya melalui pemanfaatan limbah antarperusahaan, efisiensi energi, dan keterlibatan masyarakat lokal.

Sebagai mahasiswa dan calon profesional, saya merasa terdorong untuk melihat setiap keputusan teknis dari perspektif keberlanjutan. Nilai yang saya ambil dari video ini adalah pentingnya kolaborasi lintas sektor dan kepemimpinan berbasis kesadaran lingkungan untuk mencapai masa depan yang lebih baik pada tahun 2030 dan seterusnya.

Tugas Terstruktur 03 - Menumbuhkan Kesadaran Lingkungan Melalui Pemahaman Ekologi Industri

Menumbuhkan Kesadaran Lingkungan Melalui Pemahaman Ekologi Industri

Pendahuluan 

Isu kerusakan lingkungan akibat aktivitas industri menjadi tantangan serius abad ke-21. Polusi, limbah beracun, dan eksploitasi sumber daya alam sering dianggap konsekuensi tak terhindarkan dari pertumbuhan ekonomi. Namun, paradigma ini mulai bergeser seiring berkembangnya kesadaran bahwa keberlanjutan bukan sekadar tanggung jawab moral, melainkan kebutuhan sistemik. Dalam konteks ini, ekologi industri muncul sebagai pendekatan baru yang meniru mekanisme alami ekosistem untuk menciptakan sistem produksi yang efisien, berkelanjutan, dan minim limbah. Untuk memahami perannya, penting membandingkannya dengan ekologi konvensional, yang selama ini lebih berfokus pada konservasi alam dan pemulihan ekosistem tanpa secara langsung mengintegrasikan sistem industri di dalamnya.

Pembahasan

Ekologi konvensional mempelajari hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya, menekankan pelestarian dan keseimbangan ekosistem. Fokusnya adalah pada pemahaman proses alami serta mitigasi dampak negatif manusia terhadap alam. Dalam konteks industri, pendekatan ini sering diterapkan dalam bentuk pengendalian pencemaran, pengelolaan limbah, dan rehabilitasi lingkungan. Pendekatan ini bersifat reaktif, yaitu memperbaiki kerusakan setelah terjadi (Erkman, 1997).

Sebaliknya, ekologi industri menawarkan pendekatan yang lebih proaktif dan sistemik. Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Frosch dan Gallopoulos (1989), yang menegaskan bahwa proses industri seharusnya berfungsi seperti ekosistem alami — di mana “limbah dari satu proses menjadi sumber daya bagi proses lainnya.” Dengan demikian, ekologi industri berfokus pada desain sistem tertutup (closed-loop system), efisiensi material dan energi, serta kolaborasi antarindustri untuk mengurangi limbah secara kolektif. Pendekatan ini dikenal dengan istilah “industrial symbiosis”, seperti yang berhasil diterapkan di Kalundborg Eco-Industrial Park di Denmark.

Dari sisi prinsip, ekologi industri berpijak pada tiga pilar utama:
  1. Efisiensi sumber daya: mengoptimalkan penggunaan energi dan bahan mentah agar mendekati nol limbah.
  2. Desain untuk keberlanjutan: memperhitungkan dampak lingkungan sejak tahap perancangan produk dan proses produksi.
  3. Kolaborasi sistemik: mendorong keterlibatan lintas sektor — industri, pemerintah, dan masyarakat — dalam menciptakan ekosistem produksi yang berkelanjutan (Graedel & Allenby, 2010).
Perbedaan mendasar lainnya terletak pada cara berpikir sistemik. Jika ekologi konvensional melihat manusia sebagai bagian yang harus menyesuaikan diri dengan alam, maka ekologi industri melihat industri sebagai bagian dari sistem ekologi itu sendiri, yang bisa dirancang agar selaras dengan prinsip-prinsip alam. Pendekatan ini membantu mengubah kesadaran lingkungan di kalangan pelaku industri  dari sekadar memenuhi regulasi menuju komitmen strategis terhadap keberlanjutan. 

Selain manfaat ekologis, penerapan ekologi industri juga membawa keuntungan ekonomi. Efisiensi energi, pemanfaatan limbah sebagai bahan baku, dan pengurangan biaya pengelolaan sampah dapat meningkatkan daya saing industri. Dengan demikian, kesadaran lingkungan tumbuh tidak hanya dari dorongan moral, tetapi juga dari insentif ekonomi dan inovasi teknologi.

Kesimpulan
Pemahaman terhadap ekologi industri membantu kita melihat bahwa solusi lingkungan tidak hanya datang dari upaya konservasi, tetapi juga dari rekayasa sistem produksi yang meniru keseimbangan ekosistem alam. Berbeda dengan ekologi konvensional yang fokus pada perlindungan alam, ekologi industri menekankan integrasi antara keberlanjutan dan produktivitas. Dengan pendekatan ini, industri tidak lagi menjadi sumber masalah, tetapi bagian dari solusi menuju masa depan yang hijau dan efisien. Kesadaran ini menjadi fondasi penting dalam menumbuhkan tanggung jawab lingkungan, baik di level individu maupun institusional, demi tercapainya pembangunan berkelanjutan.

Peta Konsep Ekologi Industri



Daftar Pustaka
  • Erkman, S. (1997). Industrial ecology: An historical view. Journal of Cleaner Production, 5(1–2), 1–10.
  • Frosch, R. A., & Gallopoulos, N. E. (1989). Strategies for manufacturing. Scientific American, 261(3), 144–152.
  • Graedel, T. E., & Allenby, B. R. (2010). Industrial Ecology and Sustainable Engineering. Pearson Education.

Minggu, 28 September 2025

Tugas Mandiri 02 - Refleksi Pribadi Gaya Hidup Berkelanjutan

 Sejauh Mana Gaya Hidup Mencerminkan Keberlanjutan?

        Ketika meninjau kembali gaya hidup saya, saya menyadari bahwa masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki agar lebih sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Dari sisi konsumsi, saya sudah berusaha membeli barang sesuai kebutuhan, misalnya jarang mengganti pakaian hanya karena tren dan lebih memilih memperpanjang umur barang yang ada. Saya juga kadang memilih produk lokal, seperti buah dan sayur dari pasar, karena lebih terjangkau sekaligus mendukung petani. Namun, saya masih sering membeli makanan siap saji yang biasanya menggunakan kemasan sekali pakai, sehingga menambah timbunan sampah plastik.

        Transportasi adalah aspek yang paling menantang. Saya menggunakan mobil pribadi hampir setiap hari, baik untuk kuliah maupun aktivitas lain. Dari sisi kenyamanan memang terasa lebih praktis, tetapi saya sadar bahwa penggunaan mobil secara rutin menyumbang emisi karbon yang cukup besar. Sesekali saya mencoba menggunakan transportasi umum atau berbagi kendaraan dengan teman, tetapi kebiasaan tersebut belum konsisten. Saya merasa masih perlu mengatur ulang pola perjalanan agar tidak selalu bergantung pada mobil, misalnya dengan menjadwalkan carpooling lebih sering atau memilih berjalan kaki jika jarak dekat.

       Untuk energi, saya sudah berusaha lebih hemat. Saya terbiasa mematikan lampu, kipas, atau AC ketika tidak digunakan, serta tidak menyalakan alat elektronik secara bersamaan tanpa perlu. Meski begitu, saya masih sering lalai membiarkan charger menempel di stopkontak atau menyalakan televisi sebagai latar suara tanpa benar-benar menontonnya. Dalam hal penggunaan air, saya sudah berusaha lebih bijak, seperti menutup keran ketika menggosok gigi.

      Secara keseluruhan, gaya hidup saya belum sepenuhnya mencerminkan keberlanjutan, terutama pada aspek transportasi. Ke depan, saya ingin lebih disiplin mengurangi penggunaan mobil, membawa wadah sendiri saat membeli makanan, serta lebih konsisten dalam menghemat energi. Dengan langkah kecil dan berkesinambungan, saya berharap bisa mendekatkan diri pada gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

Tugas Terstruktur 02 - Analisis Ekologi Industri dan Dampak Lingkungan Global

Analisis IPAT - Negara Singapore

Kelompok 7 - Mahasiswa Teknik Industri

πŸ”ŽTujuan Analisis

Analisis ini bertujuan untuk memahami sejauh mana aktivitas sosial-ekonomi di Singapura memberikan dampak terhadap lingkungan dengan menggunakan model IPAT (I = P × A × T). Melalui pendekatan ini, kami ingin menilai peran faktor populasi, tingkat kesejahteraan, dan teknologi dalam membentuk jejak ekologis negara. Selain itu, analisis ini juga mengevaluasi apakah Singapura menunjukkan pola keberlanjutan (sustainability) atau decoupling, yaitu kondisi ketika pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan tidak selalu berbanding lurus dengan meningkatnya tekanan lingkungan. Dengan memahami pola tersebut, diharapkan dapat diidentifikasi strategi kebijakan dan inovasi teknologi yang relevan untuk mendukung transisi Singapura menuju pembangunan berkelanjutan, serta memberikan pelajaran bagi negara lain di kawasan Asia Tenggara.

πŸ“ŠData IPAT - Singapore 2025

Komponen Nilai & Sumber
P
(Population)
5,870,750 jiwa (Worldometer, 2025)

(Affluence)
HDI: 0.939; GDP per kapita: USD 90,674 (UNDP & World Bank, 2025)
T
(Technology)
Emisi CO₂ per kapita: 9.64 ton; Target energi surya 2 GW (≈3% listrik nasional pada 2030) (Our World in Data & Asia Climate Pledges, 2025)
I
(Impact)
Estimasi I = 5.87 juta × 90,674 × 9.64 ≈ 5.13 triliun unit dampak (indikatif)

πŸ“ˆ Interpretasi
  • Singapura memiliki HDI 0.939 dan GDP per kapita USD 90,674 (2025), mencerminkan kesejahteraan yang sangat tinggi
  • Dengan populasi hanya 5.87 juta jiwa, dampak lingkungan tetap signifikan karena emisi CO₂ per kapita 9.64 ton (2025), termasuk yang tinggi di Asia Tenggara
  • Ketergantungan pada energi impor fosil masih dominan, sementara kontribusi energi terbarukan baru dalam tahap pengembangan (target 2 GW surya hingga 2030 hanya sekitar 3% dari kebutuhan listrik nasional)
  • Secara keseluruhan, Singapura menunjukkan pola unsustainable, namun sudah ada langkah nyata menuju decoupling melalui investasi pada efisiensi energi, transportasi publik, green buildings, dan inovasi kota 
πŸ’­Rekomendasi
  1. Meningkatkan porsi energi terbarukan
  • Mempercepat pembangunan infrastruktur tenaga surya menuju target 2 GW sebelum 2030.
  • Memperluas kerja sama regional (dengan Malaysia & Indonesia) untuk impor listrik hijau, sehingga bauran energi fosil berkurang.

      2. Dekarbonisasi sektor transportasi

  • Mempercepat elektrifikasi kendaraan pribadi dan komersial.
  • Menambah insentif untuk penggunaan transportasi umum rendah emisi (MRT, bus listrik).

      3. Mendorong efisiensi energi industri & bangunan
  • Penerapan standar green building lebih ketat.
  • Subsidi atau pajak karbon untuk mempercepat adopsi teknologi rendah emisi.

       4. Inovasi teknologi & digitalisasi

  • Memanfaatkan AI, IoT, dan smart grid untuk mengoptimalkan konsumsi energi nasional
  • Investasi pada riset teknologi karbon negatif (misalnya carbon capture). 

        5. Edukasi publik & gaya hidup berkelanjutan

  • Kampanye nasional untuk mengurangi konsumsi energi, limbah plastik, dan mendukung pola konsumsi hijau.
  • Insentif ekonomi bagi masyarakat dan perusahaan yang menerapkan praktik ramah lingkung

 πŸŽ¨Infografis Visual 


πŸ“šRefrensi

  • World Bank. (2023). CO₂ emissions (metric tons per capita) – Singapore. The World Bank Data.
  • Global Carbon Atlas. (2022). CO₂ Emissions – Singapore.
  • Worldometer. (2025). Singapore Population. Worldometer.
  • United Nations Development Programme (UNDP). (2024). Human Development Index (HDI) – Singapore. Human Development Reports.
  • National Environment Agency Singapore. (2023). Sustainability and Climate Action in Singapore. Government of Singapore.





Kamis, 18 September 2025

Tugas Mandiri 01 - Laporan Pengamatan

Pengamatan Sistem Industri, Teknologi dan Dampaknya terhadap Minimarket Modern di Lingkungan Perkotaan

Sebagai bagian dari refleksi awal dalam mata kuliah ini, saya diminta untuk melakukan pengamatan mandiri terhadap satu contoh nyata sistem industri di sekitar saya. Pilihan saya jatuh pada sebuah pabrik minuman kemasan yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal. Dari luar, pabrik ini terlihat modern dengan mesin-mesin berteknologi tinggi, jalur distribusi yang teratur, serta sistem logistik yang terintegrasi. Namun, di balik semua kecanggihan tersebut, terdapat berbagai elemen teknologi dan dampak lingkungan yang dapat diamati secara nyata.

Elemen Teknologi yang Terlibat

  1. Mesin Produksi Otomatis – mulai dari pencucian botol, pengisian minuman, hingga penutupan tutup botol dilakukan dengan sistem otomatis berkecepatan tinggi.
  2. Sistem Pengemasan Modern – penggunaan plastik shrink wrap dan kardus lipat untuk distribusi besar-besaran.
  3. Teknologi Pendingin & Sterilisasi – menjaga kualitas produk dengan suhu dan kebersihan tertentu.
  4. Sistem Manajemen Logistik Terpadu – truk distribusi terjadwal, gudang penyimpanan dengan sistem barcode, serta software pelacakan stok.
  5. Energi & Utilitas – listrik skala besar untuk mesin produksi, serta penggunaan air dalam jumlah besar untuk pencucian dan proses pembuatan minuman.
Dampak Lingkungan yang Muncul

  1. Konsumsi Energi Listrik - Pendingin minuman, freezer, dan AC yang menyala hampir sepanjang hari menyebabkan tingginya kebutuhan listrik. Ini berdampak pada meningkatnya emisi karbon bila listrik masih bersumber dari energi fosil.
  2. Limbah KemasanMinimarket menghasilkan banyak limbah kemasan, terutama plastik sekali pakai (kantong belanja, pembungkus produk) dan kardus dari distribusi barang. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah ini menambah beban pencemaran lingkungan.
  3. Emisi Transportasi - Distribusi Pengiriman barang ke minimarket menggunakan truk atau kendaraan logistik setiap hari. Aktivitas ini menghasilkan polusi udara, kebisingan, serta berkontribusi terhadap kemacetan lalu lintas.
  4. Kebisingan & Panas LokalMesin pendingin (chiller, freezer, AC) di minimarket menimbulkan kebisingan serta menambah panas di area sekitar toko, terutama bila jaraknya dekat dengan permukiman.
  5. Dampak Sosial EkonomiMinimarket modern sering menggeser peran warung tradisional di lingkungan sekitar. Hal ini memunculkan perubahan pola konsumsi masyarakat dan bisa berdampak pada keberlanjutan usaha kecil.
Hubungan Manusia, Teknologi dan Alam (Sebelum Perkuliahan Pertama)
Sebelum mengikuti perkuliahan pertama, saya melihat minimarket modern terutama dari sisi praktis dan ekonominya. Bagi saya, teknologi di minimarket hanyalah alat bantu untuk memudahkan manusia: mesin kasir mempercepat transaksi, pendingin menjaga kualitas minuman, dan sistem logistik membuat barang selalu tersedia. Alam dalam hal ini saya anggap hanya sebagai penyedia sumber daya listrik, air, dan bahan baku yang seolah tidak terbatas. Dengan kata lain, hubungan manusia, teknologi, dan alam masih saya pahami secara linear: manusia menciptakan teknologi untuk memanfaatkan alam demi kenyamanan hidup.

Hubungan Manusia, Teknologi dan Alam (Sesudah Perkuliahan)
Setelah mendapatkan pemahaman dari perkuliahan, pandangan saya berubah. Saya menyadari bahwa teknologi di minimarket bukan sekadar alat netral, melainkan bagian dari sistem yang memengaruhi sekaligus dipengaruhi oleh alam. Konsumsi listrik untuk pendingin, penggunaan plastik sekali pakai, dan polusi dari kendaraan distribusi adalah bukti bahwa setiap kemudahan yang dirasakan manusia punya konsekuensi ekologis. Oleh karena itu, hubungan manusia, teknologi, dan alam seharusnya dipandang sebagai sirkular: manusia menggunakan teknologi untuk mengelola alam, tetapi kelestarian alam juga menentukan apakah teknologi dan kehidupan manusia bisa berlanjut. Minimarket modern idealnya tidak hanya fokus pada efisiensi penjualan, melainkan juga pada keberlanjutan misalnya dengan mengurangi plastik, menggunakan energi lebih hemat, dan mendorong praktik belanja yang ramah lingkungan.

Penutup
Dari pengamatan terhadap minimarket modern, terlihat jelas bahwa keberadaan teknologi telah membawa kemudahan sekaligus tantangan. Sistem kasir digital, pendingin produk, hingga layanan pembayaran non-tunai membuat kegiatan belanja lebih efisien dan praktis. Namun, di balik itu ada konsekuensi ekologis yang nyata, seperti tingginya konsumsi listrik, limbah plastik sekali pakai, serta emisi dari kendaraan distribusi barang.

Melalui refleksi setelah perkuliahan pertama, saya memahami bahwa hubungan manusia, teknologi, dan alam tidak bisa dipandang linear semata. Minimarket bukan hanya ruang ekonomi, melainkan juga titik interaksi ekologi industri yang menuntut keseimbangan antara efisiensi, kenyamanan, dan keberlanjutan. Dengan pengelolaan energi yang lebih bijak, pengurangan plastik, serta inovasi ramah lingkungan, minimarket modern dapat menjadi contoh nyata bagaimana teknologi mendukung kebutuhan manusia tanpa mengorbankan kelestarian alam.

Tugas Terstruktur 01 - Jurnal 21

 JURNAL 21 A critical review on the environmental impact of manufacturing: a holistic perspective — The International Journal of Advanced Manufacturing Technology, 2022. SpringerLink

5 POIN - POIN PENTING TENTANG JURNAL DI ATAS

1. Pendekatan Holistik dalam Analisis Dampak

  • Penelitian ini menekankan bahwa dampak lingkungan manufaktur tidak bisa hanya dilihat dari proses produksinya saja.
  • Harus ada analisis pada tiga level:

  1. Process level → mencakup energi langsung yang digunakan pada proses produksi seperti pemotongan, pembentukan, pengecoran, atau pengelasan.
  2. Machine level → memperhitungkan energi dan sumber daya yang digunakan mesin secara keseluruhan, termasuk peralatan bantu (cooling, lubrication, tooling) dan material habis pakai.
  3. System level → mencakup rantai pasok yang lebih luas, seperti produksi bahan baku, transportasi, distribusi, serta pembuangan atau daur ulang produk di akhir siklus hidup.

  •  Dengan membagi menjadi tiga level ini, penilaian dampak menjadi lebih akurat dan bisa menunjukkan di titik mana emisi terbesar dihasilkan.


 2. Energi Listrik Sebagai Faktor Kritis

  • Studi sensitivitas dalam jurnal ini menunjukkan bahwa faktor emisi listrik (carbon emission factor of electricity) mendominasi kontribusi jejak karbon pada level proses dan mesin.
  • Artinya, meskipun perusahaan telah meningkatkan efisiensi mesin atau proses, jika listrik yang digunakan masih berbasis energi fosil (batubara, minyak, gas), maka jejak karbon tetap tinggi.
  • Hal ini menunjukkan pentingnya transisi energi dalam industri manufaktur. Perubahan ke sumber energi terbarukan (seperti tenaga surya, angin, atau biomassa) menjadi kunci nyata dalam menurunkan dampak lingkungan.

3. Produksi Bahan Baku Sangat Berpengaruh di Level Sistem
  • Pada level sistem, dampak terbesar berasal dari produksi material primer seperti baja, aluminium, atau plastik.
  • Proses pembuatan bahan baku ini sangat intensif energi dan menghasilkan emisi dalam jumlah besar.
  • Oleh karena itu, walaupun efisiensi produksi di pabrik meningkat, total emisi tetap tinggi jika material yang digunakan berasal dari sumber primer.
  • Jurnal ini menegaskan bahwa penggunaan bahan daur ulang atau material dengan intensitas energi rendah dapat secara signifikan mengurangi jejak karbon pada level sistem.
4. Kombinasi Parameter Kuantitatif dan Kualitatif
  • Analisis dampak lingkungan tidak hanya berdasarkan parameter kuantitatif (jumlah energi, durasi proses, jumlah material, volume limbah, dll.), tetapi juga parameter kualitatif.
  • Contoh parameter kualitatif adalah bagaimana energi diproduksi (apakah dari batubara atau tenaga surya), bagaimana bahan baku diangkut (transportasi laut, darat, udara), dan bagaimana limbah dikelola (ditimbun, dibakar, atau didaur ulang).
  • Kombinasi kedua jenis parameter ini memberikan gambaran yang lebih realistis tentang jejak karbon. Tanpa mempertimbangkan aspek kualitatif, analisis bisa menyesatkan dan solusi yang diambil bisa keliru.
5. Rekomendasi untuk Mengurangi Dampak
  • Dekarbonisasi energi → beralih dari listrik berbasis fosil ke energi terbarukan.
  • Optimalisasi desain produk → menciptakan desain yang membutuhkan lebih sedikit material, lebih ringan, dan lebih mudah didaur ulang.
  • Pemanfaatan bahan daur ulang → menggantikan material primer dengan material sekunder agar jejak karbon dari proses produksi bahan baku berkurang drastis.
  • Efisiensi proses manufaktur → memperbaiki teknologi dan metode produksi agar lebih hemat energi dan menghasilkan limbah lebih sedikit.
  • Integrasi pendekatan siklus hidup produk (LCA) → mempertimbangkan dampak lingkungan sejak tahap desain hingga akhir siklus hidup produk (end-of-life).
  • Rekomendasi ini menekankan bahwa keberlanjutan tidak hanya soal mengurangi limbah di pabrik, tetapi juga bagaimana seluruh siklus hidup produk dikelola secara bertanggung jawab.

Tugas Mandiri - 04 Critical Review Implementasi Circular Economy

[Circular economy in textiles - Arthamevia Pramuditha - 41624010027] Identifikasi Sumber  Judul: Implementing Circular Economy in the Textil...