Kamis, 20 November 2025

Tugas Terstruktur 04 - Ekonomi Sirkular

 Poster Circular Economy-Fashion and Tekstil 



Tugas Mandiri 09 - Analisis Desain Produk dengan Prinsip DfE

Analisis DfE Produk - Charger HP 20W

Nama Produk: Charger Hp (Adaptor+Kabel USB)

Fungsi Utama: Mengubah arus listrik AC menjadi DC untuk mengisi daya baterai Smartphone.


Analisis Fitur Desain: 

Material Utama
  • Adaptor: Plastik ABS + komponen elektronik (PCB, tembaga, transformer).
  • Kabel: Plastik PVC + tembaga.
  • Konektor: Logam (aluminium/tembaga berlapis nikel).
Fitur yang Kurang Ramah Lingkungan
  • Plastik ABS sulit didaur ulang dan biasanya berakhir sebagai sampah elektronik.
  • Komponen elektronik tercampur sehingga sulit dipisahkan saat proses daur ulang (PCB, resistor, kapasitor, coil).
  • Kabel dilapisi PVC, yang mengandung klorin dan dapat menghasilkan limbah berbahaya saat dibakar.
  • Umur pakai pendek, terutama pada bagian kabel yang mudah rusak atau putus.
  • Tidak memiliki fitur perbaikan, sehingga jika satu bagian rusak, seluruh charger dibuang.
Kaitan Dengan DfE:
  • Reduce: Penggunaan plastik ABS cukup banyak dan desain adaptor tebal → konsumsi material tinggi.
  • Reuse: Tidak dapat diperbaiki/dirakit ulang → tidak mendukung penggunaan ulang.
  • Recycle: Material campuran (plastik + logam + PCB) membuat produk sangat sulit didaur ulang.
  • Recover: Limbah elektronik mengandung logam berharga, tetapi sulit diambil karena desain tertutup.
  • Redesign: Desain saat ini belum modular → tidak sesuai prinsip desain berkelanjutan.
Refleksi & Ide Perbaikan 
  • Perbaikan 1: Buat charger dengan desain modular (bagian kabel bisa dilepas/ diganti tanpa membuang adaptor).
  • Perbaikan 2: Ganti material casing dari plastik ABS ke plastik daur ulang (PCR plastic) atau bio-based polymer.
  • Perbaikan 3: Tambahkan desain anti-tekuk pada kabel agar umur pakai lebih panjang.
Dengan sedikit perubahan desain, produk kecil seperti charger dapat memiliki siklus hidup lebih panjang dan mengurangi limbah elektronik.






Tugas Terstruktur 09 - Analisis Desain Produk dengan Prinsip DfE

 Produk Yang dipilih: Botol Shampoo 300  ml



Analisis Desain Awal:

a. Fungsi Utama Produk

  • Wadah untuk menyimpan cairan shampoo.
  • Memudahkan konsumen menuangkan shampoo ketika digunakan.
  • Melindungi isi dari kontaminasi, kebocoran, dan paparan udara.

b. Material yang Digunakan

  • Botol utama: Plastik PET (Polyethylene Terephthalate).
  • Tutup flip: Plastik PP (Polypropylene).
  • Label stiker: Film plastik + tinta cetak.
  • Isi produk: Shampoo berbahan surfaktan, pewangi, zat pengental, air.

c. Pengamatan Elemen Desain

  • Bentuk: Silinder oval, leher sempit, tutup cukup tebal.
  • Ukuran: 18 cm tinggi, kapasitas 300 ml.
  • Warna: Botol berwarna biru/hijau solid, transparansi rendah.
  • Desain: Banyak elemen dekoratif pada label, menggunakan tinta warna tebal.
  • Komponen: Botol dan tutup tidak mudah dipisahkan oleh pengguna.

Identifikasi Masalah Lingkungan Sesuai Prinsip DfE:

a. Material

  • PET dan PP adalah plastik yang bisa didaur ulang, namun warna gelap membuat daur ulang lebih sulit.
  • Label menggunakan film plastik + tinta tebal → sulit dipisahkan saat proses recycling.
  • Produk mengandung bahan kimia sintetis yang dapat mencemari air bila tidak diolah dengan benar.

b. Produksi

  • Proses blow molding untuk botol PET membutuhkan energi cukup tinggi.
  • Penggunaan pewarna solid pada botol menambah proses tambahan dalam manufaktur.
  • Label multi-layer meningkatkan penggunaan material tambahan.

c. Penggunaan

  • Botol tidak dirancang untuk refill, sehingga cenderung sekali pakai.
  • Konsumen cenderung membuang botol sebelum benar-benar kosong karena bentuk bagian bawah menyisakan cairan.

d. Akhir Siklus Hidup

  • Botol dan tutup berbeda material → harus dipisahkan untuk daur ulang, namun pengguna jarang melakukannya.
  • Label plastik sulit dilepas dan mengganggu proses recycling.
  • Warna gelap mengurangi nilai jual daur ulang.
Rekomendasi Perbaikan Desain

Rekomendasi 1: 
  • Gunakan Material Warna Transparan
  • Ganti botol dari warna solid menjadi transparan bening.
Alasan:
  • Mudah didaur ulang dan diterima lebih banyak fasilitas daur ulang.
  • Konsumen bisa melihat sisa isi sehingga mengurangi pemborosan.
Rekomendasi 2: Desain “Refill-friendly”
  • Buat botol yang bisa diisi ulang (reusable) atau bentuk yang kompatibel dengan sistem isi ulang di minimarket/supermarket.
Alasan:
  • Mengurangi konsumsi plastik per penggunaan.
  • Memperpanjang umur pakai wadah.
Rekomendasi 3: Kurangi Komponen Label
  • Gunakan label berbahan kertas yang mudah terlepas, atau sablon langsung pada botol (direct printing).
Alasan:
  • Mengurangi limbah plastik.
  • Mempermudah proses daur ulang sehingga botol bisa diproses tanpa pemisahan intensif.

Tugas Mandiri 07 - Merangkum Vidio LCIA & Interpretation

Rangkuman LCIA & Interpretation

Definisi LCIA dan Tujuannya:

  • LCIA (Life Cycle Impact Assessment) merupakan tahap dalam ISO 14040 / ISO 14044 yang mengevaluasi potensi dampak lingkungan dari hasil inventaris (input/ output) suatu produk atau proses.  
  • Tujuannya adalah mengubah data inventaris (seperti energi, bahan baku, emisi) menjadi indikator-dampak seperti GWP, human toxicity, resource depletion, yang kemudian bisa digunakan untuk pengambilan keputusan lingkungan.
  • Video menunjukkan bahwa dengan LCIA, perusahaan dan pembuat kebijakan bisa “melihat hotspot” dalam siklus hidup produk sehingga bisa menentukan prioritas aksi untuk reduksi dampak.
Langkah-langkah Utama dalam LCIA:

Berdasarkan video dan sumber lainnya:
  1. Klasifikasi – Mengkaitkan input/output inventaris ke kategori dampak yang relevan (misalnya emisi CO₂ ke kategori GWP, emisi NOₓ ke kategori acidification).
  2. Karakterisasi – Mengkuantifikasi kontribusi input/output terhadap kategori dampak (contoh: 1 kg CH₄ = 25 kg CO₂-eq untuk GWP).  
  3. Normalisasi – (opsional) Membandingkan hasil karakterisasi terhadap suatu referensi (misalnya rata-rata per kapita) agar angka lebih kontekstual.
  4. Weighting – (opsional) Memberi bobot relatif pada kategori dampak agar menghasilkan satu skor agregat atau prioritas berdasarkan nilai sosial/ekonomi.
  5. Video EcoEdu.id menekankan klasifikasi dan karakterisasi sebagai bagian inti yang wajib, sedangkan normalisasi dan weighting bisa dilakukan tergantung tujuan studi.
Contoh Kategori Dampak dan Penjelasan Singkat

Dari video dan literatur:
  • Global Warming Potential (GWP): dampak akibat emisi gas rumah kaca (CO₂, CH₄, N₂O) yang menyebabkan pemanasan global.
  • Human Toxicity: dampak pada kesehatan manusia dari paparan bahan kimia, emisi beracun, limbah air yang mengandung zat berbahaya.
  • Resource Depletion: penipisan sumber daya alam tak terbarukan seperti minyak bumi, logam, batu bara, bahan plastik berbahan fosil.
  • Video memberi contoh bahwa saat produksi plastik, emisi CO₂ dan penggunaan minyak bumi menjadi penting untuk GWP dan resource depletion.
Tahap Interpretasi: Identifikasi Isu, Evaluasi Konsistensi, Penarikan Kesimpulan

Video menjelaskan tahap interpretasi sebagai berikut:
  • Identifikasi isu signifikan: melihat kategori dampak mana yang dominan, data mana yang paling berpengaruh (contoh: energi listrik atau transportasi) → video menyebut “you need to know where the biggest emissions come from” (kutipan bebas).
  • Evaluasi konsistensi & kelengkapan: memeriksa apakah data yang digunakan cukup representatif, apakah batas sistem logis, apakah asumsi dibuat dengan benar.
  • Penarikan kesimpulan & rekomendasi: berdasarkan hasil LCIA, menyarankan tindakan seperti mengganti bahan, mengurangi energi, memilih transportasi lebih efisien. Video menekankan bahwa “just because one value is lower than another doesn’t automatically mean that alternative is better” — artinya interpretasi harus kritis dan kontekstual.  
  • Hasil interpretasi digunakan untuk pengambilan keputusan: misalnya desain ulang produk, memilih supplier yang lebih ramah lingkungan, atau komunikasi keberlanjutan kepada stakeholder.
Refleksi Pribadi
Dari video ini saya belajar bahwa LCIA bukan sekadar menghitung banyaknya emisi atau bahan baku, tapi bagaimana angka-angka tersebut diterjemahkan ke dalam kategori dampak yang bisa diukur dan dibandingkan. Ini sangat relevan dengan studi saya (Industrial Engineering) karena dalam proses produksi dan sistem manufaktur kita sering mengevaluasi efisiensi, tetapi dengan LCA kita bisa melihat “efisiensi lingkungan” juga. Mengetahui tahap interpretasi membuat saya sadar bahwa data yang bagus saja belum cukup — kita harus memahami konteksnya, batasannya, dan implikasi dari hasil tersebut. Ke depan, saya bisa menggunakan pendekatan LCA ini untuk proyek-proyek di bidang industrial engineering, misalnya dalam merancang alur produksi atau memilih material alternatif yang lebih hijau.

Tugas Terstruktur 07 - Penilaian Dampak Lingkungan Berdasarkan Hasil LCI

 Dampak Lingkungan Berdasarkan Hasil LCI

1. Identifikasi 3 Kategori Kampak Lingkungan (LCIA)

Kategori yang dipilih:

1. Global Warming Potential (GWP)

2. Human Toxicity

3. Resource Depletion

2 & 3. Analisis Dampak Perkategori

Kategori Dampak Data Input Terkait Potensi Dampak Lingkungan
Global Warming Potential (GWP) - Konsumsi listrik pada manufaktur
- Bahan bakar kendaraan distribusi
- Produksi bahan kimia surfaktan
- Emisi CO₂ dari listrik dan transportasi meningkatkan kontribusi pemanasan global
- Proses penyulingan minyak bumi menghasilkan GHG cukup besar
Human Toxicity - Bahan kimia surfaktan (SLS/SLES)
- Pewangi sintetis
- Limbah cair hasil pencucian tangki produksi
- Potensi iritasi kulit & gangguan kesehatan jika residu bahan kimia masuk ke air limbah
- Zat surfaktan dapat mencemari sumber air dan mempengaruhi kesehatan manusia
Resource Depletion - Plastik pouch berbahan minyak bumi
- Energi listrik dari sumber fosil
- Bahan bakar transportasi
- Penggunaan minyak bumi untuk plastik dan surfaktan menyebabkan berkurangnya sumber daya tidak terbarukan
- Konsumsi energi fosil mengurangi cadangan alam

4. Interpretasi Singkat
Berdasarkan analisis di atas, kategori dampak yang paling signifikan adalah Global Warming Potential (GWP). Hal ini karena hampir seluruh tahap produksi sabun cair—mulai dari pembuatan bahan baku kimia, proses manufaktur, hingga distribusi—bergantung pada energi fosil. Konsumsi listrik pada pabrik dan penggunaan bahan bakar kendaraan memberikan kontribusi terbesar terhadap emisi gas rumah kaca.

Untuk mengurangi dampak tersebut, beberapa rekomendasi dapat diterapkan:
Mengganti sumber energi pabrik ke energi terbarukan (solar panel atau biomass).
Meningkatkan efisiensi proses produksi agar konsumsi listrik berkurang.
Menggunakan sistem distribusi yang lebih efisien atau mengurangi jarak supply chain.
Mengurangi plastik kemasan atau mengganti dengan bahan yang lebih mudah didaur ulang.

Alternatif bahan yang lebih ramah lingkungan termasuk surfaktan berbasis tanaman (coconut-based surfactant) serta kemasan berbahan plastik daur ulang (PCR) atau kemasan isi ulang curah (refill station). Pendekatan ini dapat secara signifikan menurunkan dampak penggunaan bahan baku fosil dan meningkatkan keberlanjutan produk.

Tugas Mandiri 06 - Observasi Produk dan Analisis Input-Output Berdasarkan ISO 14040

 Observasi Produk dan Analisis Input-Output Berdasarkan ISO 14040

1. Sumber Primer (ISO 14040)

ISO 14040 menjelaskan empat elemen utama LCA:

1. Goal & Scope Definition (Tujuan dan Lingkup)

Menjelaskan alasan melakukan LCA, siapa pengguna hasilnya, serta batas sistem.

Unit fungsional digunakan sebagai dasar perhitungan.

2. Inventory Analysis (LCI)

Mengumpulkan data input–output pada setiap tahap siklus hidup.

Contoh: energi, air, bahan baku, emisi, limbah.

3. Impact Assessment (LCIA)

Mengkategorikan output menjadi potensi dampak lingkungan (CO₂, ekotoksisitas, air limbah)

4. Interpretation

Menarik kesimpulan, mengidentifikasi tahap paling berdampak.

2. Observasi Produk Nyata

Produk: Sabun Cair

Fungsi Utama: Membersihkan tangan dan tubuh

Unit Produk yang Diamati: 1 pouch isi ulang sabun cair, 400 ml

3. Tabel Input - Output Produksi Sabun Cair

Tahap ProduksiInput UtamaOutput Utama
Produksi Bahan BakuMinyak bumi (bahan surfaktan), air, bahan kimia, pewangiEmisi CO₂, limbah cair kimia, residu proses
Proses ManufakturEnergi listrik, air, mixer industri, bahan surfaktanSabun cair, limbah padat, limbah pencucian tangki
PengemasanPouch plastik, label, tinta printingKemasan sabun, sisa plastik potongan
DistribusiKendaraan, bahan bakar, logistik gudangEmisi transportasi (CO₂, NOx)
Penggunaan KonsumenAir untuk mencuci tangan/tubuhSabun bekas masuk ke saluran air (greywater)
Pembuangan AkhirKemasan plastik bekasSampah plastik ke TPA / potensi daur ulang

4. Refleksi Singkat
Dari observasi proses produksi sabun cair ini, saya belajar bahwa sebuah produk sederhana ternyata memiliki rantai produksi yang cukup kompleks, mulai dari bahan baku kimia hingga distribusi ke konsumen. Saya jadi lebih memahami bagaimana setiap tahap menghasilkan input–output yang menimbulkan dampak lingkungan, terutama penggunaan bahan kimia, energi listrik, dan limbah kemasan plastik. Hal yang cukup mengejutkan bagi saya adalah bahwa sebagian besar dampak justru muncul bukan pada tahap penggunaan, tetapi pada proses produksi bahan baku dan pengemasan.

Produk sabun cair dapat dimodifikasi menjadi lebih ramah lingkungan, misalnya dengan mengurangi plastik kemasan, menggunakan bahan kimia yang lebih mudah terurai, atau menyediakan sistem refill di toko. Sebagai konsumen, peran saya adalah mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai, memilih sabun isi ulang, dan membuang kemasan dengan benar agar dapat didaur ulang. Dengan memahami siklus hidup produk, saya bisa membuat keputusan konsumsi yang lebih bertanggung jawab.

Tugas Terstruktur 06 - Penerapan Awal Life Cycle Assessment (LCA)

  Life Cycle Assessment (LCA) - Botol Plastik PET 600 ml

1. Tujuan Studi

Studi Life Cycle Assessment (LCA) ini bertujuan untuk menilai potensi dampak lingkungan dari penggunaan botol plastik PET sekali pakai yang umum digunakan sebagai wadah air minum rumah tangga. Analisis LCA ini dilakukan untuk memahami kontribusi setiap tahap siklus hidup mulai dari ekstraksi bahan baku hingga pembuangan serta mengidentifikasi peluang pengurangan dampak lingkungan melalui desain ulang produk atau perubahan perilaku konsumsi.

2. Unit Fungsional

 “1 liter air minum yang dikonsumsi menggunakan 1 botol plastik PET 600 ml.”

Unit ini dipilih karena mewakili penggunaan aktual di rumah tangga dan dapat digunakan sebagai dasar perbandingan dengan alternatif lain, seperti botol isi ulang atau galon.

3. Lingkup Studi

Jenis Lingkup: 

Cradle-to-Grave (mulai dari ekstraksi minyak bumi hingga pembuangan botol setelah digunakan).

Tahapan Siklus Hidup yang Dianalisis:
  1. Ekstraksi dan pemrosesan minyak bumi
  2. Produksi resin PET
  3. Manufaktur botol PET
  4. Distribusi dan transportasi
  5. Penggunaan oleh konsumen
  6. Pembuangan akhir (TPA, daur ulang)
Batas Sistem
Termasuk dalam sistem:
Energi proses pada ekstraksi dan penyulingan minyak
Produksi resin PET
Blow molding dan pembuatan botol
Transportasi ke distributor dan retailer
Penggunaan botol oleh konsumen
Pembuangan, daur ulang, atau limbah lingkungan
Tidak termasuk (exclusions):
Transportasi pekerja
Produksi mesin dan fasilitas pabrik
Fasilitas toko/retailer
Pembuatan label dan tutup (diasumsikan kontribusinya kecil)

4. Diagram Sistem atau Batas Sistem

5. Inventaris Awal LCI
Tahap Input Utama Output Utama
Ekstraksi Minyak Bumi Minyak bumi, energi, air Emisi CO₂, residu pengeboran
Produksi Resin PET Naphta, panas, listrik Resin PET, emisi proses
Manufaktur Botol PET Resin PET, listrik, air Botol PET, limbah padat
Distribusi Bahan bakar (solar/bensin) Emisi transportasi (CO₂, NOx)
Penggunaan Konsumen Air minum Botol bekas
Pembuangan Akhir Botol bekas Sampah plastik / potensi daur ulang

Tugas Mandiri 05 - Observasi Siklus Hidup Produk Konsumsi

Observasi Siklus Hidup Produk Konsumsi

1. Identifikasi Produk

Nama Produk: Botol Minum Plastik PET 600 ml

Fungsi Utama: Sebagai Wadah Minuman siap konsumsi

Perkiraan Masa Pakai: Sangat singkat biasanya hanya 1 kali penggunaan. dapat dipakai berkali kali oleh konsumen tetapi tidak direkomendasikan.

2. Fase-fase Siklus Hidup Produk

a. Ekstraksi Bahan Baku

  • Bahan dasar PET berasal dari minyak bumi.
  • Minyak bumi diekstraksi dari tanah melalui proses pengeboran.
  • Minyak diproses menjadi naphta, kemudian diolah menjadi monomer PET (polyethylene terephthalate).

b. Proses Produksi

  • PET dipolimerisasi menjadi plastik padat.
  • Dibentuk menjadi preform (tabung kecil).
  • Preform dipanaskan dan diblow molding menjadi botol.
  • Botol diberi label dan diisi minuman di pabrik.

c. Distribusi dan Transportasi

  • Botol dalam kemasan dus atau plastik shrink dikirim ke distributor.
  • Transportasi menggunakan truk diesel.
  • Dari distributor dikirim ke toko/warung/supermarket.

d. Penggunaan oleh Konsumen
  • Dibeli oleh konsumen sebagai minuman siap minum.
  • Umumnya dikonsumsi sekali dan langsung dibuang.
  • Beberapa konsumen menggunakannya ulang untuk isi ulang air minum.
e. Pengelolaan Limbah / Akhir Masa Pakai
  • Sebagian botol masuk ke tempat sampah dan berakhir di TPA.
  • Sebagian kecil (±20%) berhasil didaur ulang menjadi serat polyester, botol baru, atau material industri.
  • Sebagian menjadi sampah lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
3. Analisa Potensi Dampak Lingkungan
a. Ekstraksi Bahan Baku
  • Konsumsi energi tinggi untuk pengeboran dan penyulingan.
  • Emisi gas rumah kaca (GHG) dari proses pengolahan minyak.
  • Potensi pencemaran tanah dan laut jika terjadi kebocoran minyak.
  • Penggunaan sumber daya tidak terbarukan.
b. Proses Produksi
  • Konsumsi listrik dan panas cukup besar untuk polimerisasi dan blow molding.
  • Menghasilkan emisi CO₂ dari operasi pabrik.
  • Potensi limbah cair industri (deterjen pencuci, pewarna).
  • Pemborosan plastik jika ada produk cacat.
c. Distribusi dan Transportasi
  • Emisi CO₂ dari truk pengangkut.
  • Konsumsi bahan bakar fosil.
  • Semakin jauh jarak distribusi, semakin besar dampaknya.
d. Penggunaan Konsumen
  • Tidak membutuhkan energi tambahan.
  • Dampak utamanya berasal dari singkatnya masa pakai sehingga menghasilkan banyak limbah.
  • Potensi reuse ada, tetapi kecil.
e. Pengelolaan Limbah
  • Jika masuk TPA → membutuhkan waktu ratusan tahun untuk terurai.
  • Jika dibakar → menghasilkan gas beracun dan emisi karbon.
  • Jika menjadi sampah liar → mencemari sungai dan laut, berisiko menjadi mikroplastik.
  • Daur ulang hanya efektif jika ada pemilahan sampah.
4. Refleksi Pribadi
Dari observasi yang saya lakukan, hal yang paling mengejutkan adalah betapa kompleks dan panjangnya siklus hidup sebuah botol plastik PET, padahal bagi konsumen produk ini tampak sederhana dan murah. Saya juga terkejut mengetahui bahwa masa pakai botol PET sangat singkat, sementara dampak lingkungannya dapat berlangsung ratusan tahun. Tingkat daur ulang yang rendah membuat sebagian besar botol berakhir sebagai sampah di TPA atau bahkan mencemari lingkungan.

Produk ini sebenarnya memiliki potensi untuk didesain ulang agar lebih ramah lingkungan. Misalnya, produsen dapat meningkatkan persentase bahan daur ulang (rPET), mengurangi ketebalan botol untuk menghemat bahan baku, atau beralih ke desain botol yang dapat digunakan kembali lebih lama. Selain itu, sistem “deposit return” seperti pengembalian botol berbayar dapat meningkatkan angka daur ulang secara signifikan.

Sebagai konsumen, saya menyadari bahwa saya juga punya peran penting. Saya bisa memilih untuk menggunakan botol minum reusable, memilah sampah plastik agar bisa didaur ulang, dan mengurangi pembelian minuman kemasan sekali pakai. Dengan langkah kecil tersebut, saya dapat membantu menurunkan jumlah sampah plastik yang dihasilkan dari siklus hidup botol PET.


Tugas Terstruktur 05 - Life Cycle Thingking & Analisis Dampak Lingkungan Produksi Konsumsi

Life Cycle Thingking & Analisis Dampak Lingkungan Produksi Konsumsi


Produk yang dipilih dalam analisis ini adalah botol minum plastik PET berukuran 600 ml, karena produk ini merupakan salah satu barang konsumsi paling umum dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi mahasiswa dan pekerja yang sering membeli minuman kemasan. Relevansi produk ini terhadap isu keberlanjutan sangat tinggi karena botol PET merupakan penyumbang utama sampah plastik sekali pakai di Indonesia. Dengan meningkatnya konsumsi minuman kemasan, jumlah limbah botol PET terus bertambah dan menimbulkan tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan.

Batas sistem dalam analisis ini mencakup lima tahap utama siklus hidup: ekstraksi bahan baku, produksi, distribusi, konsumsi, dan pengelolaan limbah. Analisis tidak memasukkan transportasi pekerja, pembuatan mesin, atau konstruksi pabrik karena kontribusinya relatif kecil dibandingkan proses inti. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah botol PET hanya digunakan sekali (single-use) dan tingkat daur ulang rata-rata adalah 20%, berdasarkan kondisi umum pengelolaan limbah di Indonesia.

Pada tahap ekstraksi bahan baku, sumber utama botol PET adalah minyak bumi. Proses penyulingan minyak menjadi naphta dan kemudian menjadi monomer PET membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan emisi karbon dalam jumlah signifikan. Tahap ini juga memiliki dampak lingkungan berupa potensi kebocoran minyak, degradasi lahan, serta konsumsi sumber daya alam yang tidak terbarukan.

Tahap produksi melibatkan proses polimerisasi, pembuatan preform, dan pembentukan botol melalui blow molding. Seluruh rangkaian produksi memerlukan energi listrik dan panas dalam jumlah tinggi, sehingga menghasilkan emisi CO₂ yang cukup besar. Selain itu, bahan kimia pembersih dan pewarna yang digunakan selama produksi dapat menimbulkan potensi limbah cair industri.

Pada tahap distribusi, dampak lingkungan muncul terutama dari penggunaan bahan bakar transportasi. Botol PET didistribusikan menggunakan truk dari pabrik ke pusat distributor dan retailer. Emisi karbon dari transportasi cukup besar mengingat volume botol yang tinggi dan rantai distribusi yang panjang.

Tahap konsumsi mungkin terlihat memiliki dampak kecil, tetapi keputusan konsumen sangat mempengaruhi total limbah yang dihasilkan. Produk PET umumnya digunakan sekali sehingga masa pakainya sangat pendek. Konsumen yang tidak memilah sampah menyebabkan rendahnya tingkat daur ulang.

Tahap pengelolaan limbah memiliki dampak lingkungan yang paling terlihat. Hanya sebagian kecil botol PET yang berhasil masuk ke fasilitas daur ulang. Sisanya berakhir di TPA, dibakar secara informal, atau mencemari sungai dan laut. Plastik PET membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, sehingga menimbulkan masalah mikroplastik yang berdampak pada kesehatan manusia dan ekosistem.

Sebagai refleksi awal, botol PET dapat didesain ulang dengan meningkatkan kandungan bahan daur ulang (rPET), mengurangi ketebalan material untuk menekan kebutuhan bahan baku, atau diganti dengan kemasan berbahan biodegradable. Selain itu, produsen dapat menerapkan sistem pengembalian botol (take-back system) untuk meningkatkan tingkat daur ulang dan mengurangi limbah yang mencemari lingkungan.



Tugas Terstruktur 04 - Ekonomi Sirkular

  Poster Circular Economy-Fashion and Tekstil