Life Cycle Thingking & Analisis Dampak Lingkungan Produksi Konsumsi
Produk yang dipilih dalam analisis ini adalah botol minum plastik PET berukuran 600 ml, karena produk ini merupakan salah satu barang konsumsi paling umum dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi mahasiswa dan pekerja yang sering membeli minuman kemasan. Relevansi produk ini terhadap isu keberlanjutan sangat tinggi karena botol PET merupakan penyumbang utama sampah plastik sekali pakai di Indonesia. Dengan meningkatnya konsumsi minuman kemasan, jumlah limbah botol PET terus bertambah dan menimbulkan tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan.
Batas sistem dalam analisis ini mencakup lima tahap utama siklus hidup: ekstraksi bahan baku, produksi, distribusi, konsumsi, dan pengelolaan limbah. Analisis tidak memasukkan transportasi pekerja, pembuatan mesin, atau konstruksi pabrik karena kontribusinya relatif kecil dibandingkan proses inti. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah botol PET hanya digunakan sekali (single-use) dan tingkat daur ulang rata-rata adalah 20%, berdasarkan kondisi umum pengelolaan limbah di Indonesia.
Pada tahap ekstraksi bahan baku, sumber utama botol PET adalah minyak bumi. Proses penyulingan minyak menjadi naphta dan kemudian menjadi monomer PET membutuhkan energi yang besar dan menghasilkan emisi karbon dalam jumlah signifikan. Tahap ini juga memiliki dampak lingkungan berupa potensi kebocoran minyak, degradasi lahan, serta konsumsi sumber daya alam yang tidak terbarukan.
Tahap produksi melibatkan proses polimerisasi, pembuatan preform, dan pembentukan botol melalui blow molding. Seluruh rangkaian produksi memerlukan energi listrik dan panas dalam jumlah tinggi, sehingga menghasilkan emisi CO₂ yang cukup besar. Selain itu, bahan kimia pembersih dan pewarna yang digunakan selama produksi dapat menimbulkan potensi limbah cair industri.
Pada tahap distribusi, dampak lingkungan muncul terutama dari penggunaan bahan bakar transportasi. Botol PET didistribusikan menggunakan truk dari pabrik ke pusat distributor dan retailer. Emisi karbon dari transportasi cukup besar mengingat volume botol yang tinggi dan rantai distribusi yang panjang.
Tahap konsumsi mungkin terlihat memiliki dampak kecil, tetapi keputusan konsumen sangat mempengaruhi total limbah yang dihasilkan. Produk PET umumnya digunakan sekali sehingga masa pakainya sangat pendek. Konsumen yang tidak memilah sampah menyebabkan rendahnya tingkat daur ulang.
Tahap pengelolaan limbah memiliki dampak lingkungan yang paling terlihat. Hanya sebagian kecil botol PET yang berhasil masuk ke fasilitas daur ulang. Sisanya berakhir di TPA, dibakar secara informal, atau mencemari sungai dan laut. Plastik PET membutuhkan ratusan tahun untuk terurai, sehingga menimbulkan masalah mikroplastik yang berdampak pada kesehatan manusia dan ekosistem.
Sebagai refleksi awal, botol PET dapat didesain ulang dengan meningkatkan kandungan bahan daur ulang (rPET), mengurangi ketebalan material untuk menekan kebutuhan bahan baku, atau diganti dengan kemasan berbahan biodegradable. Selain itu, produsen dapat menerapkan sistem pengembalian botol (take-back system) untuk meningkatkan tingkat daur ulang dan mengurangi limbah yang mencemari lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar