Rabu, 24 Desember 2025
Tugas Mandiri 14 - Identifikasi Potensi Simbiosis di Lingkungan Sekitar
Identifikasi Potensi Simbiosis
di Lingkungan Sekitar
1. Lokasi Pengamatan
Pengamatan dilakukan di Kantin Kampus, yang terdiri dari beberapa tenant makanan dan minuman seperti warung nasi, kedai kopi, dan penjual makanan ringan. Aktivitas operasional berlangsung setiap hari dan menghasilkan berbagai jenis limbah organik maupun non-organik.
(Foto situasi kantin dapat dilampirkan pada bagian ini)
2. Identifikasi Masalah Limbah
Berdasarkan hasil observasi, limbah yang paling banyak menumpuk dan belum terkelola dengan baik adalah limbah organik dari sisa makanan dan ampas minuman. Limbah tersebut umumnya langsung dibuang ke tempat sampah umum tanpa pemilahan, sehingga menimbulkan bau tidak sedap dan potensi pencemaran lingkungan.
3. Inventarisasi Limbah (Resource Mapping)
| Jenis Limbah | Sumber | Perkiraan Volume | Kondisi Saat Ini |
|---|---|---|---|
| Sisa makanan (nasi & lauk) | Tenant makanan | ±15 kg/hari | Dibuang ke tempat sampah umum |
| Ampas kopi | Kedai kopi kantin | ±8–10 kg/hari | Dibiarkan basah dan dibuang |
| Air buangan AC | Gedung sekitar kantin | ±100 liter/hari | Dialirkan ke selokan |
4. Perancangan Simbiosis Sederhana
Berdasarkan jenis dan karakteristik limbah yang ditemukan, berikut adalah rancangan simbiosis sederhana yang berpotensi diterapkan di lingkungan kampus:
Diagram Alur Simbiosis:
- Sisa makanan kantin → Peternakan maggot (BSF) → maggot digunakan sebagai pakan ikan atau unggas
- Ampas kopi → Kebun kampus / komunitas jamur → media tanam jamur atau kompos bernutrisi tinggi
- Air buangan AC → Penyiraman tanaman kampus → penghematan air bersih
5. Manfaat Simbiosis
Jika konsep simbiosis ini diterapkan, manfaat yang dapat diperoleh antara lain:
- Mengurangi volume sampah organik yang dibuang ke TPA
- Mencegah bau dan kondisi becek di area belakang kantin
- Menghemat biaya pengangkutan dan pengelolaan sampah
- Memberikan nilai ekonomi dari limbah yang sebelumnya tidak bernilai
Tugas Identifikasi Potensi Simbiosis – Skala Mikro (Lingkungan Sekitar)
Tugas Terstruktur 14 - Pemetaan Simbiosis Industri
Pemetaan Jaringan Simbiosis Industri
(Eco-Industrial Network Map)
Bagian I. Deskripsi Aktor Industri
Kawasan Industri Ekologis (Eco-Industrial Park) fiktif ini dirancang untuk mengintegrasikan beberapa industri yang saling terhubung melalui pertukaran material, energi, dan air guna meningkatkan efisiensi sumber daya dan mengurangi dampak lingkungan.
-
Pembangkit Listrik
Input: Batubara / Biomassa, Air pendingin
Output: Listrik, Uap panas (steam), Abu sisa pembakaran -
Pabrik Kertas
Input: Serat kayu, Air proses, Energi panas
Output: Kertas, Lumpur limbah (sludge), Air limbah terolah -
Pabrik Gula
Input: Tebu, Air, Energi
Output: Gula, Ampas tebu (bagasse), Air limbah organik -
Pabrik Pupuk Organik
Input: Limbah organik, Air proses
Output: Pupuk organik padat dan cair
Bagian II. Eco-Industrial Network Map
Diagram berikut menunjukkan hubungan simbiosis antar industri dengan kode warna aliran sumber daya: Merah = Energi, Biru = Air, Hijau = Material.
Keterangan:
● Merah = Energi
● Biru = Air
● Hijau = Material
Bagian III. Tabel Sinergi Industri
| Dari | Menuju | Jenis Sumber Daya | Manfaat |
|---|---|---|---|
| Pembangkit Listrik | Pabrik Kertas | Uap Panas (Energi) | Mengurangi konsumsi boiler mandiri |
| Pabrik Gula | Pabrik Pupuk | Bagasse | Bahan baku pupuk organik |
| Pabrik Kertas | Pabrik Pupuk | Lumpur Limbah | Mengurangi limbah ke TPA |
| Pabrik Kertas | Pabrik Gula | Air Terolah | Menghemat air baku |
Bagian IV. Analisis Dampak dan Tantangan
Implementasi jaringan simbiosis industri ini secara kualitatif mampu mengurangi pembuangan limbah hingga ±30–40% serta menekan konsumsi energi primer dan air bersih di masing-masing industri.
Selain manfaat lingkungan, integrasi ini juga berpotensi menurunkan biaya operasional dan meningkatkan ketahanan pasokan energi dan material.
Tantangan utama dalam implementasi jaringan ini adalah penurunan kualitas energi (misalnya suhu uap panas) jika jarak antar industri terlalu jauh, sehingga diperlukan perencanaan tata letak kawasan yang optimal.
3 Refrensi Buku:
1. Graedel, T. E., & Allenby, B. R. (2003). Industrial Ecology. Prentice Hall.
→ Referensi utama konsep ekologi industri dan simbiosis industri.
2. Chertow, M. R. (2000). Industrial Symbiosis: Literature and Taxonomy. Annual Review of Energy and the Environment, 25, 313–337.
→ Jurnal klasik tentang konsep dan model simbiosis industri.
3. Sulaiman, F. (2021). Desain Simbiosis Industri dalam Kawasan Industri Menuju Eco-Industrial Park. UNTIRTA Press.
→ Referensi lokal Indonesia untuk pengembangan Eco-Industrial Park.
Laporan Pemetaan Simbiosis Industri – Eco-Industrial Park
Tugas Mandiri 13 - Audit Energi Mandiri pada Fasilitas Produksi Sederhana
Audit Energi Mandiri pada Fasilitas Produksi Sederhana
(Studi Kasus: Kantin Usaha Kuliner Skala Kecil)
1. Deskripsi Fasilitas
Audit energi mandiri ini dilakukan pada sebuah kantin usaha kuliner skala kecil yang beroperasi di lingkungan sekitar kampus/permukiman. Kantin ini memproduksi makanan siap saji setiap hari dengan waktu operasional rata-rata 12 jam per hari atau sekitar 84 jam per minggu.
Aktivitas utama meliputi proses memasak, menjaga makanan tetap hangat, penyimpanan bahan makanan, serta penerangan area kerja. Energi yang digunakan berasal dari listrik PLN dan bahan bakar LPG.
(Foto fasilitas dapat dilampirkan pada bagian ini)
2. Inventarisasi Peralatan Konsumsi Energi
Berdasarkan hasil observasi langsung, ditemukan lima peralatan utama yang mengonsumsi energi secara rutin dalam satu minggu operasional.
| No | Peralatan | Daya (W) | Durasi (jam/minggu) | Energi (kWh/MJ) |
|---|---|---|---|---|
| 1 | Magic Com Kapasitas Besar | 300 W | 84 jam | 25,2 kWh |
| 2 | Kulkas | 150 W | 168 jam | 25,2 kWh |
| 3 | Lampu LED (5 unit) | 50 W | 60 jam | 3,0 kWh |
| 4 | Kipas Angin | 80 W | 60 jam | 4,8 kWh |
| 5 | Kompor Gas (LPG) | - | ±20 jam | 180 MJ |
3. Perhitungan Total Konsumsi Energi
3.1 Total Konsumsi Energi Listrik
- Magic Com = 25,2 kWh
- Kulkas = 25,2 kWh
- Lampu LED = 3,0 kWh
- Kipas Angin = 4,8 kWh
Total Konsumsi Listrik = 58,2 kWh/minggu
3.2 Konversi Energi ke Mega Joule (MJ)
Konversi dilakukan agar seluruh sumber energi berada dalam satuan yang sama.
- Listrik: 58,2 kWh × 3,6 MJ = 209,5 MJ
- LPG: 180 MJ
Total Konsumsi Energi Keseluruhan = 389,5 MJ/minggu
4. Identifikasi Titik Kritis (Energy Hotspot)
Berdasarkan proporsi konsumsi energi, peralatan dengan konsumsi energi tertinggi adalah Magic Com dan Kulkas, masing-masing sebesar 25,2 kWh per minggu.
Magic Com menjadi titik kritis utama karena meskipun dayanya relatif sedang, alat ini menyala hampir sepanjang waktu operasional dalam mode pemanas.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi energi tinggi tidak selalu disebabkan oleh daya besar, tetapi juga oleh durasi penggunaan yang panjang.
5. Usulan Perbaikan Konsumsi Energi
Untuk mengurangi konsumsi energi pada titik kritis tersebut tanpa menurunkan kualitas produksi, rekomendasi yang dapat diterapkan adalah:
- Menggunakan wadah nasi berisolasi termal (termos nasi) setelah nasi matang, sehingga Magic Com dapat dimatikan.
- Mengatur jadwal memasak agar tidak terlalu lama berada pada mode pemanas.
- Melakukan evaluasi berkala terhadap kebiasaan penggunaan peralatan listrik.
Laporan Audit Energi Mandiri – Skala Mikro
Tugas Terstruktur 13 - Analisis Aliran Energi dan jejak Karbon pada Proses Produksi Mikro
Analisis Aliran Energi dan Jejak Karbon
pada Proses Produksi Usaha Mikro
A. Profil Unit Usaha dan Diagram Alir
Unit usaha yang dianalisis dalam tugas ini adalah Usaha Laundry Kecil yang melayani pencucian pakaian rumah tangga. Proses produksi pada usaha ini memanfaatkan energi listrik dan bahan bakar gas dalam kegiatan operasional sehari-hari.
Alur Proses Produksi:
- Penerimaan pakaian kotor dari pelanggan
- Pencucian menggunakan mesin cuci listrik
- Pengeringan menggunakan mesin pengering
- Penyetrikaan menggunakan setrika listrik
- Pengemasan dan pengambilan oleh pelanggan
Titik masuk energi utama terdapat pada mesin cuci, mesin pengering, setrika, serta lampu penerangan area kerja.
B. Identifikasi Sumber dan Intensitas Energi
| Sumber Energi | Jenis Energi | Estimasi Pemakaian/Bulan |
|---|---|---|
| Listrik PLN | Direct Energy | 450 kWh |
| LPG | Direct Energy | 6 tabung LPG 3 kg |
C. Perhitungan Dasar (Analisis Kuantitatif)
1. Konversi Energi ke Mega Joule (MJ)
- Listrik: 450 kWh × 3,6 MJ = 1.620 MJ
- LPG: 18 kg × 46 MJ = 828 MJ
Total Konsumsi Energi: 2.448 MJ/bulan
2. Intensitas Energi
Jika dalam satu bulan usaha mencuci rata-rata 900 kg pakaian, maka intensitas energi adalah:
2.448 MJ ÷ 900 kg = 2,72 MJ/kg pakaian
3. Estimasi Jejak Karbon
- Listrik: 450 kWh × 0,85 kg CO₂ = 382,5 kg CO₂
- LPG: 18 kg × 2,9 kg CO₂ = 52,2 kg CO₂
Total Emisi Karbon: ± 434,7 kg CO₂/bulan
D. Analisis Efisiensi dan Rekomendasi
Dari hasil observasi dan perhitungan, ditemukan beberapa potensi kehilangan energi, seperti mesin yang tetap menyala saat tidak digunakan dan panas setrika yang terbuang ke lingkungan.
Rekomendasi Efisiensi Energi:
- Mengoperasikan mesin cuci dan pengering hanya saat muatan penuh.
- Mengganti lampu konvensional dengan lampu LED hemat energi.
- Menjadwalkan waktu menyetrika agar setrika tidak sering hidup-mati.
Disusun sebagai tugas Analisis Energi dan Jejak Karbon – Mahasiswa Teknik/Manajemen Industri
Tugas Mandiri 12 - Mengamati Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan
Mengamati Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan (Studi Observasi di Kantin Kampus)
Berdasarkan observasi langsung yang dilakukan di kantin kampus pada jam makan siang, ditemukan berbagai praktik konsumsi yang tergolong tidak berkelanjutan. Perilaku-perilaku ini umumnya dilakukan secara berulang dan telah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar konsumen. Berikut adalah rangkuman hasil pengamatan terhadap lima contoh perilaku konsumsi tidak berkelanjutan yang paling sering terjadi.
| No | Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan | Frekuensi Kejadian | Dampak Negatif Utama |
|---|---|---|---|
| 1 | Membeli air mineral dalam botol plastik sekali pakai dan langsung membuangnya setelah sekali minum. | Sangat Sering | Penumpukan sampah plastik sekali pakai yang sulit terurai. |
| 2 | Penggunaan kemasan styrofoam dan kantong plastik untuk makanan take away. | Sangat Sering | Limbah kemasan sekali pakai yang berpotensi mencemari tanah dan air. |
| 3 | Sisa makanan tidak dihabiskan dan langsung dibuang ke tempat sampah. | Sering | Pemborosan makanan dan sumber daya produksi pangan. |
| 4 | Konsumen tidak membawa wadah atau alat makan sendiri meskipun sering makan di kantin. | Sering | Peningkatan volume sampah kemasan sekali pakai. |
| 5 | Membeli makanan secara berlebihan akibat lapar mata atau promo. | Sering | Peningkatan limbah makanan dan pemborosan biaya. |
Tugas Mandiri 11 - Reverse Logistics
Reverse Logistics Limbah Baterai Smartphone Di Indonesia
Berdasarkan hasil observasi umum dan riset daring, pengelolaan baterai smartphone bekas di Indonesia masih bersifat tidak terstruktur dan sebagian besar berada di sektor informal. Sebagian besar konsumen belum memiliki akses yang mudah terhadap sistem pengumpulan limbah elektronik yang aman dan berkelanjutan.
| Indikator | Catatan Hasil Observasi / Riset |
|---|---|
| Pihak yang Mengumpulkan | Pemulung sektor informal, pengepul barang elektronik bekas, serta sebagian kecil produsen melalui service center resmi. |
| Alat / Infrastruktur Pengumpulan | Infrastruktur pengumpulan masih terbatas. Beberapa kantor, pusat perbelanjaan, dan institusi tertentu menyediakan drop box limbah elektronik, namun jumlahnya belum merata dan sulit dijangkau oleh masyarakat luas. |
| Destinasi Akhir | Baterai smartphone bekas umumnya dijual ke pengepul, disimpan di rumah oleh konsumen, atau dibuang bersama sampah rumah tangga ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). |
| Keberlanjutan Sistem | Sistem pengumpulan belum berjalan secara rutin, kurang terintegrasi, dan tidak memberikan insentif yang menarik bagi konsumen untuk mengembalikan baterai bekas. |
Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan baterai smartphone bekas di Indonesia belum mendukung penerapan reverse logistics secara optimal dan masih memerlukan perbaikan dari sisi regulasi, infrastruktur, serta kesadaran konsumen.
3. Analisis Potensi Alur Balik (Reverse Flow Potential)
3.1 Identifikasi Nilai (Value Recovery)
Nilai utama yang dapat ditangkap kembali dari baterai smartphone bekas adalah:
✅ Recycling / Daur Ulang (paling relevan)
• Ekstraksi logam bernilai tinggi seperti lithium, kobalt, dan nikel.
• Mengurangi ketergantungan pada bahan tambang baru.
Opsi reuse atau remanufaktur relatif terbatas karena degradasi performa baterai dan risiko keselamatan.
3.2 Usulan Alur Balik Ideal (Reverse Logistics Flow)
Diagram berikut menunjukkan alur balik ideal pengelolaan baterai smartphone bekas di Indonesia, yang dimulai dari konsumen sebagai titik inisiasi pengembalian hingga ke fasilitas daur ulang resmi untuk proses pemulihan nilai (value recovery).
(Mengembalikan baterai smartphone bekas)
(Service center, ritel elektronik, bank sampah e-waste)
(Pemeriksaan, pemilahan, dan pengemasan ulang)
(Ekstraksi lithium, kobalt, dan material bernilai)
Alur balik ini menekankan peran aktif konsumen sebagai pemicu utama reverse logistics, serta pentingnya integrasi antara produsen, penyedia logistik, dan fasilitas daur ulang untuk menciptakan sistem yang efisien dan berkelanjutan.
4. Tantangan dan Rekomendasi
4.1 Tantangan Utama
1. Rendahnya Kesadaran Konsumen
Banyak konsumen tidak mengetahui bahwa baterai termasuk limbah B3 dan berbahaya jika dibuang sembarangan.
2. Biaya Logistik dan Infrastruktur
Pengumpulan baterai dalam jumlah kecil dan tersebar membuat biaya reverse logistics menjadi tinggi.
4.2 Rekomendasi Strategis
Rekomendasi:
Penerapan skema Extended Producer Responsibility (EPR) yang mewajibkan produsen smartphone menyediakan:
• Drop box pengembalian baterai di service center,
• Insentif nyata bagi konsumen,
• Pelaporan pengelolaan e-waste secara transparan.
Strategi ini dapat meningkatkan partisipasi konsumen sekaligus membangun sistem reverse logistics yang berkelanjutan.
5. Penutup
Berdasarkan analisis, dapat disimpulkan bahwa baterai smartphone bekas di Indonesia belum memiliki sistem reverse logistics yang efektif. Namun, potensi penerapannya sangat besar mengingat nilai material yang terkandung dan volume limbah yang terus meningkat. Dengan dukungan regulasi, kesadaran konsumen, dan keterlibatan produsen, alur balik baterai smartphone dapat menjadi bagian penting dari sistem Green Supply Chain Management dan ekonomi sirkular di Indonesia.
Tugas Terstruktur 11 - Analisis & Usulan Green Supply Chain
Analisis & Usulan Green Supply Chain Pada Produk Air Mineral Dalam Botol Plastik PET
Pemetaan rantai pasok konvensional dilakukan untuk memahami alur material, informasi, dan produk pada air mineral dalam botol plastik PET 600 ml, mulai dari pengadaan bahan baku hingga akhir masa pakai produk. Pemetaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi tahapan yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan terbesar.
Diagram Alir Rantai Pasok Konvensional
Pengadaan Bahan Baku
(Resin PET Virgin, Air Baku)
↓
Produksi & Pengemasan
(Pengolahan Air, Pencetakan Botol, Pengisian)
↓
Logistik Masuk & Keluar
(Transportasi Truk Diesel)
↓
Distribusi & Ritel
(Gudang, Distributor, Toko)
↓
Akhir Masa Pakai (End-of-Life)
(TPA / Daur Ulang Terbatas)
2.2 Penjelasan Setiap Tahapan
1. Pengadaan Bahan Baku (Sourcing)
• Plastik PET berasal dari resin plastik virgin berbasis minyak bumi.
• Air baku diambil dari sumber mata air atau air tanah dalam.
2. Produksi/Manufaktur
• Proses meliputi pengolahan air, pencetakan botol, pengisian, dan pengemasan.
• Menggunakan energi listrik dan air dalam jumlah besar.
3. Logistik Masuk & Keluar (Inbound/Outbound)
• Bahan baku diangkut menggunakan truk diesel.
• Produk jadi didistribusikan ke gudang regional.
4. Distribusi/Ritel
• Produk dijual melalui distributor, minimarket, supermarket, dan pedagang kecil.
• Menggunakan sistem logistik jarak jauh dengan frekuensi tinggi.
5. Akhir Masa Pakai (End-of-Life)
• Botol plastik umumnya dibuang ke TPA.
• Tingkat daur ulang masih rendah dan bergantung pada pemulung.
3. Analisis Dampak Lingkungan
Berdasarkan pemetaan di atas, terdapat dua titik kritis utama yang memberikan dampak lingkungan terbesar.
3.1 Titik Kritis 1: Pengadaan Bahan Baku
Masalah Lingkungan:
• Penggunaan plastik PET virgin berbasis bahan bakar fosil.
• Emisi karbon tinggi dari proses produksi resin plastik.
• Ketergantungan pada sumber daya tak terbarukan.
3.2 Titik Kritis 2: Logistik dan Distribusi
Masalah Lingkungan:
• Emisi CO₂ tinggi akibat penggunaan truk diesel jarak jauh.
• Pengiriman dengan tingkat utilisasi muatan yang tidak optimal.
• Kemacetan dan konsumsi bahan bakar berlebih.
4. Usulan Strategi Green Supply Chain Management (GSCM)
Berikut tiga strategi GSCM yang spesifik dan terukur untuk mengatasi dua titik kritis tersebut.
Strategi 1: Pengadaan Hijau (Green Sourcing)
Prinsip GSCM: Green Sourcing
Deskripsi Strategi:
Mengganti minimal 50% plastik PET virgin dengan plastik PET daur ulang (rPET) pada kemasan botol.
Implementasi:
• Menjalin kemitraan jangka panjang dengan pemasok rPET lokal.
• Investasi teknologi pemurnian rPET agar memenuhi standar food grade.
• Penyesuaian desain botol agar kompatibel dengan rPET.
Manfaat Lingkungan:
• Mengurangi konsumsi bahan bakar fosil.
• Menurunkan emisi karbon dari produksi plastik.
• Mengurangi volume limbah plastik yang berakhir di TPA.
Strategi 2: Logistik Hijau (Green Logistics)
Prinsip GSCM: Green Logistics
Deskripsi Strategi:
Optimalisasi rute distribusi dan peningkatan utilisasi muatan kendaraan.
Implementasi:
• Menggunakan sistem route optimization berbasis teknologi digital.
• Konsolidasi pengiriman untuk meningkatkan load factor truk.
• Transisi bertahap ke kendaraan rendah emisi (Euro 4 atau listrik).
Manfaat Lingkungan:
• Penurunan emisi CO₂ dari sektor transportasi.
• Efisiensi konsumsi bahan bakar.
• Penurunan biaya logistik jangka panjang.
Strategi 3: Reverse Logistics
Prinsip GSCM: Reverse Logistics
Deskripsi Strategi:
Membangun sistem pengumpulan kembali botol plastik pascakonsumsi.
Implementasi:
• Program insentif pengembalian botol (deposit system).
• Kerja sama dengan bank sampah dan UMKM daur ulang.
• Edukasi konsumen mengenai pemilahan sampah.
Manfaat Lingkungan:
• Meningkatkan tingkat daur ulang plastik.
• Mengurangi beban TPA.
• Mendorong ekonomi sirkular.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Analisis ini menunjukkan bahwa rantai pasok konvensional air mineral kemasan memiliki dampak lingkungan yang signifikan, terutama pada tahap pengadaan bahan baku dan logistik distribusi. Penerapan strategi GSCM seperti penggunaan rPET, logistik hijau, dan reverse logistics dapat secara efektif mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan efisiensi operasional.
Rekomendasi:
Perusahaan produsen air mineral disarankan untuk mengintegrasikan prinsip GSCM secara menyeluruh dan menjadikannya bagian dari strategi bisnis jangka panjang, bukan sekadar pemenuhan regulasi.
Daftar Pustaka
Srivastava, S. K. (2007). Green supply‐chain management: A state‐of‐the‐art literature review. International Journal of Management Reviews.
Zhu, Q., & Sarkis, J. (2004). Relationships between operational practices and performance among early adopters of green supply chain management. Journal of Operations Management.
Guide, V. D. R., & Van Wassenhove, L. N. (2009). The evolution of closed-loop supply chain research. Operations Research.
Tugas Mandiri 10 - Analisis Dokumenter Produksi Berkelanjutan
ESAI REFLEKTIF DAN DAFTAR IDE TERAPKAN PRODUKSI BERKELANJUTAN
Tugas Terstruktur 10 - Analisis Kasus Implementasi Produksi Berkelanjutan
Studi Kasus: Unilever (Sektor Manufaktur - FMCG)
A. Profil Perusahaan dan Latar Belakang
Nama Perusahaan: Unilever
Sektor Industri: Manufaktur barang konsumsi cepat saji (Fast Moving Consumer Goods/FMCG)
Produk Utama: Produk makanan, minuman, perawatan rumah tangga dan personal care (misalnya Lifebuoy, Dove, Rinso, Sunsilk).
Unilever merupakan perusahaan multinasional yang beroperasi di lebih dari 190 negara, termasuk Indonesia melalui PT Unilever Indonesia Tbk. Perusahaan ini dikenal sebagai salah satu pionir dalam penerapan Produksi Berkelanjutan melalui program Unilever Sustainable Living Plan (USLP) dan komitmen keberlanjutan jangka panjangnya.
Motivasi utama Unilever mengadopsi Produksi Berkelanjutan meliputi:
1. Tekanan konsumen terhadap produk ramah lingkungan,
2. Efisiensi biaya jangka panjang,
3. Kepatuhan terhadap regulasi lingkungan,
4. Peningkatan citra merek dan daya saing global.
B. Strategi Keberlanjutan yang Digunakan
1. Transisi ke Energi Terbarukan dan Efisiensi Sumber Daya
Unilever menerapkan penggunaan energi terbarukan di fasilitas produksinya serta meningkatkan efisiensi energi dan air. Pabrik-pabrik Unilever secara bertahap beralih ke listrik dari sumber energi terbarukan dan mengoptimalkan proses produksi untuk mengurangi limbah.
Kaitan dengan SCP: Strategi ini mendukung Sustainable Production dengan mengurangi jejak lingkungan sepanjang proses produksi.
2. Penerapan Ekonomi Sirkular
Unilever mengimplementasikan konsep ekonomi sirkular melalui:
• Pengurangan plastik murni (virgin plastic),
• Penggunaan kemasan yang dapat didaur ulang,
• Program pengumpulan kembali kemasan (waste take-back).
Kaitan dengan SCP: Mendorong Sustainable Consumption dengan mengajak konsumen berpartisipasi dalam pengelolaan limbah dan siklus hidup produk.
C. Indikator Keberlanjutan (Triple Bottom Line)
1. Indikator Lingkungan (Planet)
• Pengurangan emisi karbon dari proses produksi melalui efisiensi energi.
• Penurunan konsumsi air per unit produksi dengan sistem daur ulang air.
• Komitmen zero waste to landfill di beberapa fasilitas produksi.
2. Indikator Ekonomi (Profit)
• Penghematan biaya operasional dari efisiensi energi dan air.
• Peningkatan penjualan produk “green product” yang memiliki nilai tambah di pasar.
• Penguatan loyalitas konsumen terhadap merek yang berkelanjutan.
3. Indikator Sosial (People)
• Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dengan tingkat kecelakaan kerja rendah
• Pelatihan berkelanjutan bagi karyawan terkait keselamatan dan keberlanjutan.
• Program pemberdayaan masyarakat dan UMKM lokal sebagai bagian dari rantai pasok.
D. Dampak dan Evaluasi Hasil
Dampak Positif
Implementasi Produksi Berkelanjutan di Unilever memberikan dampak signifikan dalam:
• Penurunan dampak lingkungan,
• Peningkatan kesejahteraan pekerja,
• Kesadaran konsumen terhadap konsumsi berkelanjutan.
Tantangan
Tantangan terbesar yang dihadapi Unilever adalah:
• Tingginya biaya awal investasi teknologi ramah lingkungan,
• Perubahan perilaku konsumen dalam pengelolaan limbah produk.
Evaluasi (Kesimpulan Mahasiswa)
Menurut penulis, strategi Produksi Berkelanjutan yang diterapkan Unilever sudah cukup efektif dan komprehensif karena mencakup aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial secara seimbang. Namun, keberlanjutan sejati masih memerlukan konsistensi jangka panjang serta kolaborasi aktif antara perusahaan, pemerintah, dan konsumen.
Daftar Pustaka
1. Unilever. Sustainability Report.
2. Unilever Official Website.
3. World Business Council for Sustainable Development (WBCSD).
-
Abstrak Tulisan ini merupakan refleksi kritis terhadap klaim keberlanjutan dalam praktik produksi modern. Di satu sisi, perkembangan tekno...
-
JURNAL 21 A critical review on the environmental impact of manufacturing: a holistic perspective — The International Journal of Advanced ...
-
Pengamatan Sistem Industri, Teknologi dan Dampaknya terhadap Minimarket Modern di Lingkungan Perkotaan Sebagai bagian dari refleksi awal dal...